REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun 1.200 Hunian Sementara (Huntara) bagi korban gempa di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng). Huntara ditargetkan selesai bertahap dan dapat dihuni mulai pertengahan Desember 2018.
"Sebanyak 1.200 unit huntara yang dibangun pada tahap pertama ini diproyeksikan dapat menampung 14.400 keluarga," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat meninjau lokasi pembangunan Huntara di kawasan Petobo, Palu, Sulteng.
Huntara yang dibangun dengan model knockdown berukuran 12x26,4 meter persegi, dibagi menjadi 12 bilik. Setiap biliknya akan dihuni oleh satu keluarga. Guna mempercepat pembangunan huntara, masing-masing kontraktor dari BUMN Karya akan terus melakukan penambahan tenaga kerja sehingga waktu kerja dapat ditambah hingga malam hari dengan sistem shift.
Di daerah Petobo, Basuki mengatakan akan membangun sebanyak 70 unit dan terlihat sudah mulai berdiri empat unit Huntara yang tengah diselesaikan.
Jumlah unit Huntara yang dibangun akan bertambah dengan perkembangan data pengungsi yang membutuhkan. Huntara digunakan sebagai transit pengungsi dari tenda sampai dengan hunian tetap dan relokasi permukiman selesai.
Pembangunan Hunian Sementara (Huntara) di Sulawesi Tengah yang dibangun dengan model knockdown berukuran 12 x 26,4 meter persegi.
Biaya pembangunan huntara per unitnya sekitar Rp 500 juta, dilengkapi empat toilet, empat kamar mandi, septic tank, tempat mencuci, dapur dilengkapi listrik 450 watt untuk setiap bilik.
"Untuk pemasangan listrik dan pembayarannya akan dikoordinasikan dengan Kementerian ESDM dan PLN, pasti ada kebijakan tersendiri untuk membantu pengungsi," ujarnya.
Ketua Satgas Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto mengatakan, penghunian Huntara tersebut akan dilakukan secara bertahap tanpa menunggu semua unit yang dibangun selesai. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pemindahan pengungsi dari tenda yang kondisinya kurang layak dan sebentar lagi akan memasuki musim hujan.
Huntara tersebut akan dibangun dengan sistem cluster pada lima zona dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan lahan dan keamanan lokasi dari dampak gempa. Setiap cluster yang terdiri atas 10 unit Huntara atau 120 bilik, akan dibangun satu buah sekolah PAUD dan sebuah SD, tempat sampah, ruang terbuka untuk kegiatan warga, serta tempat parkir sepeda motor.
Kontruksi huntara juga tahan gempa dan mengakomodir cuaca Kota Palu yang panas karena berada di garis khatulistiwa. Konstruksi akan menggunakan baja ringan dengan dinding berbahan glassfiber reinforced cement (GRC).
"Kita buat senyaman mungkin karena digunakan dalam jangka waktu cukup lama untuk satu hingga dua tahun sambil menunggu sampai relokasi hunian tetap yang dibangun Pemerintah selesai," ujarnya.
Untuk pembersihan kota, secara keseluruhan 65 persen sudah selesai, meski di tiap area berbeda kondisi dan tingkat kesulitan yang dihadapi. Sedangkan untuk rehabilitasi fasilitas publik, dikatakan Arie saat ini Kementerian PUPR tengah menyelesaikan laporan verifikasi teknis atas kondisi bangunan apakah masih layak atau tidak digunakan.
"Dari hasil verifikasi misalnya RSUD Anutapura, kondisi strukturnya sudah tidak bagus dan rusak berat harus diganti bangunan baru. Sementara RSUD Undata kerusakannya ringan, jadi hanya perbaikan-perbaikan arsitektural jadi sudah diaudit semua," kata dia.
Kampus IAIN yang terkena tsunami, hanya satu bangunan yang rusak berat, yakni Gedung Dakwah lama yang roboh dan akan dibangun baru.