Ahad 28 Oct 2018 07:39 WIB

Menag Segera Susun Persandingan RUU Pesantren

RUU yang disetujui menjadi usulan inisiatif DPR itu mendapat respons beragam.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ratna Puspita
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kedua kiri)
Foto: Republika TV/Fian Firatmaja
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kedua kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kementeriannya akan segera membuat rancangan persandingan dari Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Sebab, RUU yang disetujui menjadi usulan inisiatif DPR itu mendapat respons beragam, termasuk juga keluhan dari kalangan masyarakat. 

Lukman memastikan draf yang disusun Kemenag akan memperhatikan masukan dari masyarakat. "Saya menerima banyak keluhan terkait isi RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Kemenag akan segera membuat rancangan persandingannya berdasarkan pertimbangan atas masukan dari masyarakat," ujar Lukma dikutip dari laman resmi Kemenag, Sabtu (27/10).

Baca Juga

RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan telah disetujui menjadi RUU Usul Inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (16/10) lalu. Kritikan terkait RUU yang disusun DPR salah satunya datang dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI). 

PGI menilai klausul syarat pendirian pendidikan keagamaan (pasal 69 dan 70) paling sedikit 15 peserta didik serta mendapat izin dari Kanwil Kemenag tidak sesuai dengan model pendidikan anak dan remaja gereja di Indonesia. PGI menyatakan model pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi tak bisa disetarakan dengan pesantren.

Berikut ini dua pasal yang dikritik PGI:

Pertama, yaitu Pasal 69:

(1) Pendidikan Keagamaan Kristen jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diselenggarakan dalam bentuk Sekolah Minggu, Sekolah Alkitab, Remaja Gereja, Pemuda Gereja, Katekisasi, atau bentuk lain yang sejenis.

(2) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh gereja, organisasi kemasyarakatan Kristen, dan lembaga sosial keagamaan Kristen lainnya dapat berbentuk satuan pendidikan atau program.

(3) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam bentuk program yang memiliki peserta paling sedikit 15 (lima belas) orang peserta didik.

(4) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal yang diselenggarakan dalam bentuk satuan pendidikan atau yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Kementerian Agama kabupaten/kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).

Kedua, yaitu Pasal 70:

(1) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama Kristen yang diperoleh di Sekolah Dasar/ Sekolah Dasar Teologi Kristen, Sekolah Menengah Pertama/ Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen, Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Teologi Kristen/Sekolah Menengah Agama Kristen atau di pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan.

(2) Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement