REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan meyakini pertumbuhan kredit perbankan kian agresif pada kuartal-IV 2018. Di akhir tahun, OJK memperkirakan kredit perbankan tumbuh 13 persen melebihi target sebesar 12 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Gedung DPR mengungkapkan keyakinan tersebut karena hingga September 2018, pertumbuhan kredit sudah mencapai 12,6 persen (yoy). "Akhir tahun kita harapkan bisa lebih dari itu, bisa 13 persen," ujar Wimboh, Senin (29/10).
Namun pada 2019, pertumbuhan kredit diperkirakan akan sedikit terkoreksi menjadi 12 persen. Hal ini disebabkan oleh dampak dari eskalasi perang dagang global yang akan menganggu kinerja korporasi.
"Kita lebih memperkirakan 12 persen dengan kondisi ekonomi yang kita belum tahu, dan ada dampak dari perang dagang," ujar dia.
Meski demikian, indikator perbankan tidak semuanya bertumbuh. Di depan Komisi XI DPR, Wimboh mengakui kondisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau sumber likuiditas hingga September 2018 ini melambat.
Wimboh menambahkan meski penghimpunan DPK melambat, likuiditas perbankan belum terganggu. Menurutnya, terdapat kelebihan likuiditas sekitar Rp 550 triliun dari industri perbankan yang bisa menopang penyaluran kredit.
"Likuiditas bank sedikit turun namun dalam kondisi memadai," ujarnya.
Sementara rasio kecukupan modal perbankan (capital adequacy ratio/CAR) cukup terjaga di 23,8 persen. Pada 2017, pertumbuhan kredit perbankan hanya 11,5 persen.