REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi PAN Yandri Susanto dan Anggota MPR Fraksi Partai Golkar Ichsan Firdaus punya pendapat berbeda soal eksekusi hukuman mati terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi Tuti Tursilawati yang terjadi pada Senin (29/10) lalu. Yandri menilai, eksekusi menunjukan pemerintahan Joko Widodo tidak berhasil menyelamatkan TKI dari hukuman mati, sedangkan Ichsan membantah pemerintah Jokowi tidak pernah membebaskan TKI dari hukuman mati.
Yandri membandingkan upaya Jokowi dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam membebaskan TKI yang divonis hukuman mati. Ia mengatakan, Prabowo pernah membebaskan Wilfrida Soik salah satu TKI di Malaysia yang divonis hukuman mati.
"Mungkin supaya bebas nunggu Pak Prabowo presiden kali, ya," kata Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/11).
Selain itu, ia juga menyebut Jokowi patut perlu belajar dari Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga berhasil menyelematkan TKI dari hukuman mati. "Pengalaman kita waktu zaman SBY juga ada tenaga kerja yang bebas dari hukuman mati, negonya bagus. Mudah-mudahan di zaman Jokowi ada juga yang dibebaskan," kata dia.
Ia menilai salah satu kunci untuk membebaskan warga negara Indonesia dari hukuman matibdi negara lain yaitu dengan negosiasi yang dibangun antarnegara dengan lembaga hukum dan keluarganya. Selain itu, perlu menginventarisasi berapa jumlah TKI atau warga negara yang dihukum mati di negara lain.
"Seberapa lama lagi dia akan dieksekusi. Kan itu bisa dibicarakan di negara tersebut apakah itu Malaysia, Arab Saudi, Qatar, China, dan kasusnya emang beda-beda," ucapnya.
Iti Sartini (52 tahun) menunjukkan foto anaknya Tuti Tursilawati yang dihukum mati di Arab Saudi di kediamannya di Desa Cikeusik, Majalengka, Jawa Barat, Jumat (2/11/2018). (ANTARA)
Ichsan membantah Yandri dengan menyatakan ada juga TKI yang dibebaskan lantaran terjerat kasus di Malaysia. "Bukan berarti (adanya) kasus Tuti, pemerintah tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi ada juga kasus yang bisa dibebaskan," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/11).
Ia menyebut ada perbedaan pemahaman antara pemerintah Arab Saudi dan Malaysia. Ia menilai Pemerintah Arab Saudi tidak mematuhi Konvensi Wina 1963.
"Problemnya di Arab tidak kenal tata cara hukum itu, memang ini problem. Problemnya Sudah ada MoU tidak dilanjutkan dengan kesepakatan," ujarnya.
Menurutnya perlu ada kesepakatan yang mengikat tidak hanya sebatas MoU. Dengan demikian, kasus eksekusi hukuman mati tanpa notifikasi yang dialami Tuti Tursilawati tidak terulang di kemudian hari.
Tuti dieksekusi pada Senin (29/10). Pemerintah dan keluarga tidak memperoleh notifikasi terkait pelaksanaan hukuman mati tersebut. Kabar mengenai kematian Tuti baru diketahui Selasa (30/10).