Rabu 21 Nov 2018 16:40 WIB

Penyelidikan Penyintas Kasus Pemerkosaan UGM Hingga 12 Jam

Penyintas menuntut pelaku mendapat sanksi dikeluarkan dari UGM.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nur Aini
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) membunyikan kentongan  dan pluit tanda bahaya di Taman Sansiro Fisipol UGM, Kamis (8/11). Tanda  bahaya diberikan atas darurat kekerasan seksual buntut belum selesainya  kasus pelecehan yang menimpa rekan mereka.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) membunyikan kentongan dan pluit tanda bahaya di Taman Sansiro Fisipol UGM, Kamis (8/11). Tanda bahaya diberikan atas darurat kekerasan seksual buntut belum selesainya kasus pelecehan yang menimpa rekan mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Juru bicara gerakan #KitaAgni, Cornelia Natasya, membenarkan adanya permintaan keterangan dari Polda Maluku kepada penyintas. Tindakan itu menjadi bagian penyelidikan atas Laporan Informasi (LI) yang diserahkan Polda DIY.

"Penyintas sudah dimintai keterangan Polda Maluku," kata Natasya, Rabu (21/11).

Permintaan keterangan dilakukan di Rifqa Annisa yang sejak awal ditunjuk untuk mendampingi penyintas pada Senin (19/11). Penyintas turut didampingi pir group atau teman-teman penyintas.

Satu orang pir group tersebut turut dimintai keterangan Polisi pada pertemuan tersebut. Ia mengatakan, penyintas sudah pula melakukan pertemuan dengan Rektor UGM pada Sabtu (17/11) lalu.

Polda DIY turut mendampingi Polda Maluku. Pada hari yang sama Polda Maluku meminta keterangan penyintas. Selain itu, Wakil Dekan Fisipol UGM sudah dimintai keterangan di Polda DIY.

"Penyelidikan sendiri berlangsung cukup lama sekitar pukul 13.00 atau 14.00 sampai 02.00 malam," ujar Natasya.

Setelah permintaan keterangan itu, penyintas disebut belum merasa puas atas penyelidikan yang dilakukan. Penyintas tetap menuntut pelaku mendapat sanksi Drop Out (DO) dengan catatan buruk.

Selain itu, penyintas meminta UGM memiliki peraturan yang jelas soal pelecahan seksual. Tapi, kata Natasya, penyintas memang tidak ingin sanksi yang diberi melewati aturan kampus.

"Ada hukuman untuk pelaku tapi tidak melangkahi kewenangan pihak kampus, dan DO artinya tidak melanggar kewenangan UGM sebagai institusi pendidikan tinggi," ujar Natasya.

Sebelumnya, laporan dari Balairung Press mengungkap kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi saat melakukan KKN di Pulau Seram Maluku pada 2017. Pelaku pemerkosaan merupakan mahasiswa UGM, rekan KKN korban. Dalam laporan itu, penyintas memakai nama Agni, yang kemudian turut dipakai dalam gerakan dukungan penuntasan kasus pemerkosaan tersebut, #KitaAgni.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement