REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Relasi dagang Indonesia dengan Turki sejauh ini sudah cukup baik kendati masih perlu ditingkatkan. Salah satu produk Indonesia yang berpotensi masuk pasar Turki adalah kopi dan coklat.
"Selama ini hubungan Indonesia dengan Turki itu serasa dekat, tapi juga seperti jauh," kata Konsulat Jenderal RI di Istanbul, Turki, Herry Sudrajat, kepada Republika.co.id, akhir pekan lalu.
Warga Turki memiliki kebiasaan meminum kopi. Kebiasaan nyeruput kopi ini sebagaimana mereka terbiasa meminum teh. Padahal, Turki bukanlah negara penghasil kopi. Tak heran bila impor kopi negara ini relatif besar.
Turki mengimpor kopi dari seluruh dunia senilai 150 juta dolar AS. Berapa nilai kopi yang diimpor dari Indonesia? Herry mengungkap nilainya masih kecil, yakni hanya 0,25 persen dari total impor kopi Turki atau sekitar 400 ribu dolar saja. "Padahal, Indonesia kan negara produsen kopi terbesar keempat sedunia," kata Herry saat ditemui di kantor KJRI di Istanbul.
Kopi yang beredar di Turki sebagian besar berasal dari Brasil atau negara-negara di wilayah Afrika. "Kebanyakan kopi yang dikonsumsi di sini jenis robusta. Kalau yang di Indonesia kan kebanyakan arabika. Nah ini yang perlu kita dorong," kata Herry.
Memang ada tantangan tersendiri untuk bisa masuk pasar kopi Turki. Masyarakat Turki mengonsumsi kopi hanya untuk keperluan minum, bukan pada gaya hidup atau selera. Rakyat Turki sebagian besarnya belum membutuhkan kopi jenis premium yang harganya mahal. Kopi kualitas bagus belum tentu diserap dengan baik di Turki karena kopi yang dikonsumsi hanya untuk keperluan keseharian.
"Yang mereka butuhkan adalah kopi dalam jumlah banyak tapi harganya murah. Kita masih kesulitan untuk memenuhi segmen pasar ini karena industri kopi kita banyak yang pengusaha kecil. Sedangkan, yang dari Brasil sudah menggunakan sistem mekanik, perkebunan besar," papar Herry.
Produk berikutnya yang berpotensi besar masuk pasar Turki adalah coklat. Masyarakat Turki terbiasa membawa oleh-oleh atau hadiah berupa coklat. Kebutuhan coklat ini cukup besar. Turki mengimpor coklat senilai 570 juta dolar AS.
Indonesia hanya memasok 3,8 juta dolar AS atau hanya satu persen kebutuhan coklat Turki dari pasar global. "Ada kebiasaan dari masyarakat Turki kalau memberikan hadiah itu bentuknya coklat. Jelas ini pasar yang besar bagi produsen coklat Indonesia," kata Herry.
Relasi dagang Indonesia-Turki yang masih relatif kecil ini berpeluang diperbesar. Apalagi, tren perdagangan kedua negara memperlihatkan kenaikan. Jika pada 2016 perdagangan kedua negara mencapai 1,3 miliar dolar AS, pada 2017 meningkat sekitar 27 persen menjadi 1,7 miliar dolar AS.
Hubungan bisnis kedua negara, ungkap Herry, berpeluang terus ditingkatkan karena ada tren kenaikan jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Turki. Jumlah biro perjalanan yang menjadikan destinasi wisata ke Turki juga terus bertambah.