REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menjabarkan sejumlah hal yang menjadi urgensi penerbitan kartu nikah di Indonesia. Hal itu menanggapi berbagai kritik ihwal rencana penerbitan kartu nikah. “Urgensinya banyak sekali,” kata Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin saat ditemui di Kantor BPS, Jakarta, Kamis (22/11).
Dia mengatakan kartu nikah lahir sebagai implikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) yang ingin dibangun Kemenag. Selama ini, dia mengatakan, banyak pemalsuan buku nikah di Indonesia. Sebagian warga negara Indonesia kesulitan ketika melakukan transaksi di dunia perbankan atau berurusan dengan notaris yang mewajibkan menunjukkan buku nikah. Selain itu, banyak pasangan yang mengeluhkan kerepotan menginap di hotel syariah.
Namun, Menag mengatakan, dari segala persoalan itu, sebenarnya upaya yang ingin dibangun adalah mengintegrasikan data yang terkait dengan status pernikahan WNI dengan data-data di kependudukan dan catatan sipil. “Jadi kita ingin mengintegrasikan itu. Itulah kemudian, kami di Kemenag membangun Simkah. Karena membangun Simkah, maka diperlukan kartu nikah,” ujar dia.
Lukman menjelaskan dalam kartu nikah akan ada kode QR yang berisi seluruh data penikahan WNI. Dia menyebut, kartu nikah hanya alat saja yang bisa terintegrasi dengan Direktorat Jederal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Terkait adanya kritikan yang mengatakan untuk memasukkan data pernikahan cukup dalam KTP elektronik, Lukman beralasan saat ini KTP elektronik masih dalam proses atau belum maksimal. “Sementara kami di Kementerian Agama sudah mendesak. Karena pemalsuan buku buku nikah terus saja terjadi,” tutur dia.
Lukman membantah penerbitan kartu nikah sebagi bentuk dari pengadaan proyek dan menghabiskan anggaran akhir tahun. “Enggak ada urusannya dengan itu,” kata dia.