Jumat 23 Nov 2018 04:00 WIB

KPK tak Ambil Pusing Keberatan Lucas

KPK menegaskan KUHAP dan UU KPK secara jelas mengatur kewenangan KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Juru bicara KPK Febri Diansyah
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Juru bicara KPK Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau ambil pusing dengan keberatan dari eksepsi Advokat Lucas terkait dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK dalam kasus dugaan merintangi penyidikan mantan bos Lippo Group, Eddy Sindoro. KPK akan membuka bukti-bukti dipersidangan.

"Silahkan saja pihak Lucas mengatakan demikian, KPK yakin secara hukum dengan kewenangan menangani Pasal 21, 22 dan seterusnya yang diatur sebagai pidana dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Dasar hukumnya tegas diatur di Pasal 6 huruf c juncto Pasal 1 angka 1 UU KPK," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Kamis (22/11).

Diketahui hal tersebut diatur dalam Pasal 6 huruf c juncto Pasal 1 angka 1 UU KPK  yaitu, KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

Sedangkan definisi Tindak Pidana Korupsi diuraikan pada Pasal 1 angka 1 UU KPK, yaitu: Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun  1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sehingga, sepatutnya dipahami bahwa Pasal 21 merupakan salah satu tindak pidana yang diatur di UU Pemberantasan Korupsi tersebut. Apalagi sejumlah putusan pengadilan juga sangat kuat dan konsisten menegaskan kewenangan KPK tersebut.

"Hal ini sudah diuraikan JPU di persidangan. Dalam bebeberapa keterangan pihak Lucas, banyak yang disandarkan pada keterangan Eddy Sindoro yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini," tutur Febri.

Febri menegaskan, dalam kasus yang menjerat Lucas,  KPK telah melakukan pemeriksaan sekitar 32 orang saksi. Namun pihak Lucas cenderung menyandarkan pada keterangan Eddy Sindoro.

"Seolah-olah jika Eddy Sindoro tidak mengatakan meminta bantuan Lucas maka itu artinya tidak ada upaya menghalang-halangi.  Hal ini tentu saja keliru, selain karena Eddy Sindoro juga tersangka sebagai pihak yang diduga pemberi suap, KPK juga yakin telah memiliki bukti yang sangat kuat dari sejumlah saksi yang telah diperiksa baik warga negara Indonesia ataupun asing," ujar Febri.

Bahkan, lanjut Febri,  pemeriksaan tidak hanya dilakukan di Indonesia tetapi juga di Malaysia dengan koordinasi bersama MACC. Selain itu, bukti-bukti elektronik termasuk yang bukti visual juga sudah kami miliki.

"KPK akan membuka bukti-bukti tersebut di persidangan," tegas Febri.

Kemudian, sambung Febri, ihwal bantahan pihak Lucas yang mengatakan tidak mengenal Dinas Soraya sebaiknya disampaikan saja di proses persidangan perkara pokok nanti. Karena bukti dugaan adanya relasi antara Lucas dan Dina Soraya baik langsung atau tidak langsung atau dugaan perbuatan bersama-sama antara Lucas dan Dina Soraya juga sudah dimiliki KPK.

"Karena pada dasarnya seluruh pihak yang disebut di dakwaan tersebut memiliki peran, pengetahuan atau relasi satu dengan yang lainnya sesuai yang sudah diuraikan di Dakwaan," ucap Febri.

Selain itu, terkait keberatan Lucas yang menilai KPK tidak berwenang melakukan penggeledahan, penyitaan dan pemblokiran adalah hal yang keliru dan sudah dijawab oleh JPU KPK secara tegas.  "Karena KUHAP dan UU KPK telah mengatur secara jelas dan tegas kewenangan tersebut," tegas Febri.

Sebelumnya, JPU KPK meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak eksepsi dari terdakwa Advokat Lucas. Hal tersebut disampaikan JPU KPK saat memberikan tanggapan pada Kamis (22/11) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Kami mohon majelis hakim menolak eksepsi terdakwa, menetapkan melanjutkan sidang sesuai surat dakwaan penuntut umum," kata Jaksa Penuntut KPK Roy Riadi.

Dalam tanggapannya, JPU KPK menilai keberatan Lucas atas pemblokiran beberapa rekeningnya adalah hal yang relevan dan tidak bertentangan dengan hukum. Diketahui, Lucas dijerat dalam kasus dugaan merintangi penyidikan mantan bos Lippo Group, Eddy Sindoro.

"Hal itu tertuang dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dilakukan penyitaan," terang Jaksa.

Adapun isi Pasal 29 ayat (4) adalah, Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.

Sehingga, permintaan Lucas agar hakim membuka rekeningnya adalah tidak tepat. Sebab, hingga kini proses hukum perkaranya masih berjalan.

"Maka dapat disimpulkan tidak termasuk eksepsi, tidak terdapat penyimpangan apapun dalam proses penyidikan," ucap Jaksa Roy.

Setelah mendengar Eksepsi dan tanggapan JPU KPK, agenda sidang dengan terdakwa Lucas, akan dilanjutkan dengan agenda Putusan Sela dari Majelis Hakim pada pekan depan.

"Sidang ditunda minggu depan hari Kamis," kata Ketua Majelis Hakim Franky Tambuwun.

Dalam surat dakwaannya, Lucas disebut bersama-sama dengan Dina Soraya telah merintangi penyidikan mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro. Lucas disebut telah menyuruh Dina Soraya untuk mengatur skenario pelarian Eddy Sindoro. Lucas meminta Dina Soraya untuk membeli tiket pesawat rute Jakarta-Bangkok, untuk tiga orang. Masing-masing Eddy Sindoro, Michael Sindoro (anak Eddy), dan Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie yang.

Lucas diduga telah menghindarkan tersangka Eddy Sindoro ketika yang bersangkutan ditangkap oleh otoritas Malaysia, kemudian dideportasi kembali ke Indonesia. Ia diduga berperan untuk tidak memasukkan tersangka Eddy Sindoro ke wilayah yurisdiksi Indonesia, tetapi dikeluarkan kembali ke luar negeri.

Lucas disangkakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Dalam kasus terkait dengan pengajuan PK pada PN Jakpus itu, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Dua diantaranya telah divonis bersalah dan menjalani hukuman sesuai dengan putusan majelis hakim, masing-masing panitera sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno.

Setelah buron hampir dua tahun Eddy Sindoro menyerahkan diri kepada KPK melalui Atase Kepolisian di Singapura, Jumat (12/10) pagi waktu setempat.  Diketahui, Eddy Sindoro telah ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2016 dan tak pernah memenuhi panggilan penyidik KPK. Atas sikapnya yang tidak kooperatif, KPK terus mengultimatum agar Eddy Sindoro yang saat itu masih berada di luar negeri segera menyerahkan diri ke lembaga antirasuah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement