REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Peraturan Wali Kota (Perwali) Bogor nomor 61 tahun 2018 tentang pengurangan kantung plastik belum menyentuh sektor informal. Pasalnya, kontribusi sampah plastik sektor tersebut berkisar 70 persen dari total sampah plastik nasional.
Hal itu disampaikan Ketua Deputi I Komisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Andrie Charviandi saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (25/11). Menurut Andrie, pengurangan penggunaan plastik pada toko ritel modern bukanlah langkah yang solutif. Pasalnya, sektor informal merupakan penyumbang terbesar sampah plastik nasional namun belum ada peraturan hukum yang mengatur hal itu.
"Peraturan pengurangan sampah plastik yang ada di daerah itu semangatnya bagus, tapi tidak solutif," kata Andrie.
Menurutnya, kantung plastik yang ada pada toko-toko retail modern sudah diberlakukan standar nasional Indonesia (SNI), meski tidak seluruh unsurnya ramah lingkungan. Sementara kantung plastik yang ada di sektor pedagang informal hampir 99 persen unsurnya adalah plastik yang tidak ramah lingkungan.
Meski ia menilai semangat ramah lingkungan di beberapa daerah sudah semakin terlihat, upaya pemberlakuan peraturan pengurangan kantung plastik di toko retail modern hanya akan menjadi solusi tambal sulam. Menurutnya, hal itu hanya merupakan pembenahan sampah di hilir yang tak akan pernah menyelesaikan permasalahan yang ada.
Pengurangan penggunaan plastik juga harus menyentuh sektor informal. Sektor tersebut dinilai memiliki kontribusi terbesar dalam mempengaruhi dampak lingkungan.
Namun, lebih lanjut ia menilai, pembenahan pengurangan plastik tak bisa dilakukan dengan hanya menerapkan peraturan daerah semata. Ia menilai, pemberlakuan cukai plastik menjadi salah satu alternatif yang dapat menjadi solusi penyelesaian masalah.
"Cukai plastik harus didorong, karena plastik ini imbasnya ke banyak sektor. Lingkungan hingga industri," ujarnya.
Penggunaan kantung plastik memang tidak bisa dihilangkan sama sekali. Menurutnya, sektor usaha tidak bisa mengandalkan bahan baku lain sebagai pengganti plastik, seperti kertas ataupun kain yang umumnya tidak mampu menunjang kapasitas volume belanja masyarakat. Namun begitu, penggunaan plastik ramah lingkungan dapat diterapkan jika regulasi cukai plastik sudsh tersedia.
"Plastik ramah lingkungan itu bisa dibuat, bahannya tidak menghilangkan unsur plastik sama sekali, tapi dipastikan ramah lingkungan. Karena sudah lewat proses seleksi yang ketat," ujarnya.
Menurutnya, plastik ramah lingkungan juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki plastik konvensional. Jika plastik konvensional baru dapat terurai 200 hingga 1000 tahun, maka plastik ramah lingkungan dapat terurai dengan waktu 2-5 tahun saja.
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor Elia Buntang menilai, pemberlakuan pelarangan kantung plastik memang belum dapat dilakukan ke sektor informal. Menurutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mau memulai peraturan tersebut ke sektor yang lebih mudah diatur terlebih dahulu.
Menurut Elia, DLH Kota Bogor masih menekan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar mau menggunakan kantung belanja pribadi dibanding kantung yang berbahan plastik. Menurutnya, edukasi kepada masyarakat terkait bahaya plastik masih diutamakan ketimbang sangsi dari peraturan yang akan diterapkan 1 Desember mendatang itu.
Selain sosialisasi edukasi kepada masyarakat Kota Bogor, ia mengaku pihak retail modern di Kota Bogor telah sepakat untuk menerapkan kebijakan tersebut. Terkait kapan waktu diberlakukan peraturan pengurangan kantung plastik di sektor informal, Elia menyebut hal itu masih menunggu waktu yang tepat.
Baca juga, Malaysia Larang Kantong Plastik, Kapan Indonesia Menyusul?