REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hidup adalah menapaki masa antara kesulitan kemudian kemudahan. Naik, turun, meluncur, menanjak seperti roller coaster. Dalam masa-masa sulit terkadang kita membutuhkan sebuah nasihat. Nasihat dari orang- orang terbaik yang pernah merasakan banyak kesulitan lantas berakhir dalam kegemilangan.
Marilah kita tengok sebuah nasihat dalam menapaki kesulitan hidup dari Rasulullah SAW. Adalah Abu Amrah Sufyan bin Abdullah RA. Sosok sahabat yang tak banyak dikenal dalam kitab-kitab. Namanya asing dalam mata pelajaran agama di sekolah-sekolah yang hanya dua jam seminggu.
Tapi, Abu Amrah adalah cahaya yang memancarkan sinar lebih terang lagi. Dia adalah sosok sahabat yang cerdas. Suatu ketika ia bertanya kepada Nabi SAW. "Ya Rasulullah," ucapnya memulai perkataan, "Ajarkan padaku suatu perkara dalam agama Islam yang aku tidak akan bertanya kepada selain engkau."
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini, Abu Amrah tak sekadar bertanya untuk dirinya. Ia juga tak bertanya pertanyaan sepele. Ia ingin jawaban yang keluar dari baginda Nabi SAW adalah jawaban nan agung. Maka, ia menambahi frasa, "Suatu perkara dalam agama Islam yang aku tidak akan bertanya kepada selain engkau."
Sungguh bertanya jawaban yang hanya Rasulullah SAW pahami adalah sebuah ilmu yang tak ternilai. Jawabannya pastilah kalimat sarat makna dan ilmu. Inilah dia jawaban yang Abu Amrah tidak akan pernah bertanya kepada selain Nabi SAW. "Katakanlah, 'Aku beriman kepada Allah', kemudian istiqamahlah."
Istiqamah, sebuah kata yang mudah diucapkan, tapi sangat berat untuk dilaksanakan. Benarlah jika nasihat yang terlihat sepele ini begitu agung. Istiqamah adalah pembuktian. Kita sudah mengikrarkan sebuah kesaksian Allah sebagai illah dan Muhammad sebagai Rasul dalam lisan kita. Kita juga dituntut melakukan amalan-amalan sebagai perwujudan ikrar syahadat tadi. Semua itu diikat dalam istiqamah. Daya tahan sejauh mana kita benar-benar merealisasikan janji itu
Daya tahan adalah titik yang menentukan. Apakah seseorang tetap bertahan sehingga menjadi pemenang, atau terkapar menjadi sosok yang dilupakan. Terlebih iman itu kadang naik, kadang turun. Saat naik, apakah kita akan menjaganya sejauh kekuatan ruhiyah kita bertahan. Saat turun apakah kita mampu menjaganya agar tak terjerumus ke dalam laknat dan maksiat. Semua itu ditentukan oleh istiqamah.
Seseorang yang istiqamah tak ada sedikit pun di hatinya rasa ragu lagi bimbang. Ia teramat yakin sehingga ia terus melaju dalam rel keimanan. Tak pula didapati dalam hati orang yang istiqamah kesedihan. Ia bergembira, maka ia ingin terus mempertahankan kegembiraan itu.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan 'Rabb kami ialah Allah," kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) berdukacita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan." (QS al-Ahqaf [46] : 13-14).
Sungguh agung kata istiqamah itu. Allah menjanjikan orang-orang yang istiqamah di jalan Islam dengan surga. Para ulama menyebut kata istiqamah sebagai jawaami'ul kalim, sebuah kata-kata singkat, tapi mengandung makna yang luas.
Ibnu Rajab an-Hanbali menjelaskan makna istiqamah dengan menempuh jalan yang lurus tanpa membengkokkannya ke kanan maupun kiri. Ia termasuk ketaatan secara keseluruhan, baik lahir maupun batin serta meninggalkan segala bentuk larangan. n