Jumat 30 Nov 2018 07:55 WIB

Pembahasan Raperda Pantai Reklamasi Terkendala

Walhi mengusulkan tanah reklamasi dibongkar untuk memulihkan Teluk Jakarta

Rep: Farah Noersativa/Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas Satpol PP beraktivitas di kawasan Pulau D Reklamasi, Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Petugas Satpol PP beraktivitas di kawasan Pulau D Reklamasi, Jakarta, Jumat (23/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus mengatakan pembahasan rancangan Peraturan Daerah (Perda) untuk mengelola kawasan pantai reklamasi masih belum akan dibahas pada Januari 2019 mendatang. Sebab, menurutnya, hal ini terkait dengan tahun 2019 yang merupakan tahun politik.

“Ya seharusnya sih kemarin sudah masuk ya (Raperda ke Program Legislasi Daerah). Tapi ya tahun politik, mau bagaimana lagi,” kata Bestari kepada wartawan, Kamis (29/11).

Menurutnya, pembahasan Perda ketika iklim politik berlangsung, tak kondusif. Oleh sebab itu, dia memperkirakan Perda itu akan dibahas usai Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 berlangsung. “Setelah selesai pemilu mungkin baru bahas Perda itu,” jelas Bestari.

Saat ini, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995, khususnya Pasal 4 yang mengatakan bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi itu ada pada Gubernur DKI Jakarta, maka Bestari menyebut pengelolaan diserahkan kepada Gubernur. Artinya, Gubernur DKI memiliki kewenangan pengelolaan lahan reklamasi, baik dengan memberikan rekomendasi ataupun pembuatan Peraturan Gubernur (Pergub).

Hal itu, bukan berarti tanpa Perda baru atau revisinya, Gubernur tak bisa mengelola kawasan reklamasi. Namun, Gubernur bisa melanjutkan pengelolaan dengan Perda lama yang telah adam

Namun dia menegaskan, sebaiknya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K) serta Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS) diselesaikan terlebih dahulu. Hal itu ditujukan agar dasar hukumnya jelas.

“Supaya jangan nanti, barangnya sudah jadi, kemudian Perda tata ruang justru mengikuti kondisi apa yang sudah eksisting di situ. Jangan dibalik,” kata Bestari.

Anggota Koalisi Tolak Reklamasi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora mengatakan seharusnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak melanjutkan pengelolaan tiga kawasan pantai reklamasi yang telah jadi, tanpa adanya Perda yang jelas. Menurutnya, tidak seharusnya pengelolaan berjalan dengan melangkahi hukum yang ada.

“Biarkan saja pengembang rugi. Toh mereka bangun tanpa IMB dan rencana zonasi kok. Biarin aja,” kata Nelson saat dihubungi Republika, Kamis (29/11).

Menurutnya, dengan berlangsungnya pengelolaan ini, seharusnya hal itu menjadi perhatian lebih oleh Pemprov DKI Jakarta. Dia menilai, jangan sampai hal ini menjadi penanda bagi masyarakat bahwa setiap orang bisa mendirikan bangunan tak sesuai dengan aturan hukum, tapi tak ada sanksi apapun dari Pemerintah.

Dengan dilanjutkannya pengelolaan wilayah reklamasi ini, menurutnya, hal ini berarti Pemprov DKI masih mengakomodasi kepentingan pengembang. Bahkan, hal ini dilakukan atas nama kepentingan investasi.

“Bisa dikatakan kepentingan pengembang masih diakomodasi dengan alasan supaya tidak mengganggu suasana iklim investasi. Tapi jangan sampai gara-gara investasi, hukum menjadi tunduk,” jelas dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Tubagus Soleh Ahmadi meminta Pemprov DKI Jakarta untuk membongkar kawasan pantai reklamasi yang telah jadi. Hal itu untuk mewujudkan konsistensi Pemprov untuk memulihkan Teluk Jakarta.

“Harusnya Pemprov DKI Jakarta membongkar, upaya tindak lanjut Pemprov usai mencabut izin 13 pulau, harusnya terbuka dan bersama-sama masyarakat dan nelayan untuk memulihkan Teluk Jakarta bukan justru menambah beban Teluk Jakarta,” kata Tubagus.

Pembangunan wilayah reklamasi, kata dia, sama halnya dengan pembangunan darat. Artinya, beban darat Jakarta dibawa ke perairan Jakarta. Dia menjelaskan, bila diamati di sepanjang pesisir Jakarta, seluruh aktivitas industri telah membebani dan merusak ekosistem Teluk Jakarta. Dia menegaskan, membuat palsu sama halnya menambah beban.

Selain itu, kerusakan lingkungan Teluk Jakarta tidak bisa tergantikan. Oleh karena itu, Pemprov seharusnya berupaya pemulihan secara serius. “Begitu juga dengan nelayan dan masyarakat, apa yang bisa menggantikan perubahan sosial, budaya, dan ekonomi nelayan? Ini akan baik jika teluk jakarta pulih dan berkelanjutan,” jelas Tubagus.

Tanggul Laut Dibangun

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan tanggul laut untuk antisipasi banjir pasang air laut (rob) bisa terbangun dan tidak mengganggu aktifitas dan kehidupan warga sekitar. Pemprov DKI menargetkan pada tahun ini, pembangunan tanggul laut bisa mencapai hingga wilayah Pasar Ikan.

Akan tetapi, Anies mengatakan proyek pembangunan itu tetap akan dibicarakan dengan Dinas Tata Ruang dan dengan Dinas Sumber Daya Air. "Untuk mensiasati bagaimana caranya supaya tanggul laut bisa terbangun, tapi kegiatan nelayan bisa terfasilitasi, aktifitas perekonomian perdagangan perikanan bisa terfasilitasi," ujar Anies, Rabu (28/11) malam.

Anies menegaskan pembangunan tanggul laut tersebut akan dibicarakan demi memastikan titik-titik perencanaan pembangunan tersebut relevan dengan kondisi lapangan. Jangan sampai perencanaannya tidak melihat kondisi di lapangan yang saat ini ada pasar dan kegiatan nelayan.

Ia menambahkan, hal tersebut dilakukannya karena ia menilai tujuan pembangunan tanggul tersebut justru untuk melindungi kampung-kampung di pesisir pantai. Ini agar kehidupan mereka bisa baik dan tidak dirugikan karena pembangunan tersebut.

"Itu harus diseimbangkan, segara kami akan rapatkan," jelas Anies.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement