REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sejumlah pesepak bola dan mantan pemain mengkampanyekan antirasisme dalam sepak bola. Lewat film dokumenter, para pemain bintang di lapangan Eropa tersebut menyatakan perlawanan terhadap perilaku rasisme dalam olahraga.
Italian Football, pada Senin (24/12) memberitakan, para pemain kulit berwarna di Eropa bergabung bersama dalam film besutan wartawan olahraga Marc Sauvourel. Film antirasisme tersebut melibatkan mantan pemain Inter Milan Olivers Nicolas Andre. Dokumenter tentang perilaku rasisme dalam sepak bola itu, melibatkan banyak pemain yang menjadi korban rasisme.
“Film dengan judul ‘Je ne suis pas un singe’ itu akan diputar pada awal tahun nanti,” begitu tulis Italian Football.
Jika dialih bahasakan, judul dokumenter tersebut, berarti ‘Saya Bukan Monyet’. Judul tersebut mengacu pada umpatan dan cacian, atau bahasa tubuh dan perilaku yang kerap didapatkan pemain kulit berwarna saat bermain di lapangan.
Sejumlah pemain dan mantan pesepak bola terlibat dalam pembuatan film dokumenter tersebut. Beberapa di antaranya, yakni mantan bintang FC Barcelona asal Kamerun, Samuel Eto’o yang pernah menolak melanjutkan pertandingan saat para fan dari klub lawan menghinanya dengan sebutan ‘kera’ dari tribun penonton. Mantan pemain Arsenal, Patrick Viera asal Prancis pun ikut terlibat dalam pembuatan film dokumenter tersebut.
Dalam cuplikan singkat tentang film dokumenter itu, sejumlah adegan aksi rasisme terhadap pemain juga ditampilkan. Seperti perilaku rasisme yang didapat oleh mantan pemain belakang Barca asal Brasil, Dani Alves. Dalam adegan yang disitat dari video pertandingan resmi, Alves pernah dilempari para fan tim lawan dengan buah pisang. Aksi tersebut dianggap salah satu bentuk penghinaan yang menganggap Alves bak monyet.
Paling fenomenal dalam film dokumenter tersebut, yakni pengakuan dari mantan pemain AC Milan, Mario Ballotelli. Pemain keturunan Afro Italia ini, sempat mengalami depresi akibat perilaku rasisme yang dia dapat. Meski lahir dan besar di italia, bahkan sempat lama bermain di klub-klub besar Serie A, Balotelli adalah salah satu korban rasisme paling ekstrem di liga Negeri pizza tersebut. Setelah ia hengkang ke Liverpool FC di Liga Inggris pun sebutan ‘monyet’ terhadapnya tak reda.
Dalam pengakuannya lewat film dokumenter tersebut, Balloteli mengatakan, dirinya tak mampu melawan sendiri bentuk rasisme yang didapat. Namun, ia mengatakan, monyet lebih mulia ketimbang para rasis di Eropa. “Sebenarnya saya dapat meyakini 100 persen bahwa monyet itu lebih baik dan lebih cerdas ketimbang mereka yang rasis,” kata Ballotelli dalam film dokumenter tersebut.