REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Duta Graha Indah (DGI) yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering (NKE) divonis membayar total Rp86,19 miliar karena dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek-proyek pemerintah. Tuntutan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korusi yang meminta PT NKI membayar Rp189,732 miliar.
"Menyatakan PT Nusa Konstruksi Enjineering Tbk (sebelumnya bernama PT Duta Graha Indah Tbk) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (3/1).
Jumlah dana Rp86,91 miliar itu adalah vonis denda senilai Rp700 juta dan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp85,49 miliar. Duduk di kursi terdakwa adalah Djoko Eko Suprastowo sebagai Direktur Utama PT NKE. "Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama 6 bulan," ujar hakim Diah.
Tuntutan itu, jauh lebih rendah dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta agar PT NKE membayar total Rp189,732 miliar yang terdiri dari vonis denda senilai Rp1 miliar dan uang pengganti sejumlah Rp188,732 miliar. Menurut majelis hakim, PT NKE terbukti menerima keuntungan dari 8 proyek pemerintah yang korporasi tersebut kerjakan dan diperolehnya dari Muhammad Nazaruddin dengan jumlah keuntungan seluruhnya Rp240,098 miliar.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana 2009-2010, Gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Surabaya, RS Pendidikan Universitas Mataram, Gedung Wisma Atlet Jakabaring di Palembang, RSUD Sungai Dareh di Kabupaten Dharmasraya, Gedung Cardiac di RS Adam Malik Medan, paviliun di RS Adam Malik Medan, dan RS Tropis Universitas Airlangga.
PT NKE juga sudah menyetor ke kas negara berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) atas nama terpidana Dudung Purwadi terkait perkara korupsi Wisma Atlet Jakabaring Palembang dan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Udayana sejumlah Rp51,363 miliar. Majelis hakim lalu mempertimbangkan "fee" dari PT NKE yang telah diserahkan kepada Muhammad Nazaruddin sejumlah Rp67,51 miliar sebagai faktor pengurang uang pengganti.
Selanjutnya majelis mengurangkan jumlah uang yang sudah dititipkan oleh PT NKE kepada KPK dalam penyidikan perkara pembangunan RS Udayana sejumlah Rp35,732 miliar, sehingga didapat total kewajiban uang pengganti sebesar Rp85,49 miliar. Atas putusan tersebut, PT NKE langsung menyatakan menerima vonis, sedangkan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.
"Kita anggap (vonis) sesuai keadilan lah, kita terima saja keputusannya dengan baik dan kami siap melaksanakan keputusan itu dan akan membayar secepatnya," kata Dirut PT NKE Djoko Eko Suprastowo.
Denda sebesar itu akan dibayar melalui penjualan aset korporasi. "Kami akan menjual aset yang tidak bermanfaat seperti 'share' dari beberapa perusahaan yang kita miliki," kata Djoko.
Sedangkan KPK mengaku masih harus mempertimbangkan berat ringan sanksi dan pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta sidang yang sudah diajukan.
"Ada satu hal yang kami pandang penting terkait dengan penjatuhan sanksi pencabutan hak mengikuti lelang proyek pemerintah. Pidana tambahan terhadap korporasi seperti ini diharapkan bisa diterapkan secara lebih kuat ke depan dan konsisten agar lebih memberikan efek jera bagi korporasi untuk melakukan korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Menurut Febri, vonis tersebut diharapkan bisa menjadi preseden ke depan. "Pembangunan hukum melalui putusan pengadilan seperti ini juga pernah terjadi ketika pidana pencabutan hak politik terhadap politikus yang korupsi," ujar Febri pula.