Selasa 08 Jan 2019 19:37 WIB

Soal Uighur, MUI Desak RI Berbicara Lebih Keras kepada Cina

MUI menduga ada ketidakterbukaan Cina terhadap kondisi riil Muslim Uighur.

Rep: Dea Alvi Soraya / Red: Nashih Nashrullah
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, belajar menjahit pakaian, Jumat (3/1/2019).
Foto: ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, belajar menjahit pakaian, Jumat (3/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku masih tidak puas dengan langkah Cina merespons protes dunia internasional terkait Muslim Uighur. MUI meminta Indonesia sedikit berbicara lebih keras kepada Cina.

“Bukan dengan alasan itu adalah urusan internal Cina, karena HAM itu tidak mengenal batasan, apalagi jika sifatnya persekusi secara masif,” Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Hubungan Luar Negeri, KH Muhyiddin Junaidi saat ditemui Republika.co.id di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa (8/1).

Muhyidin juga mengomentari foto kondisi kamp reedukasi etnis Uighur. Dia mengaku masih tidak puas, mengingat adanya kemungkinan pembatasan informasi yang ditetapkan RRC. 

Hal ini, kata dia sangat mungkin terjadi mengingat kuatnya posisi Cina dalam bidang ekonomi dan teknologi, sehingga banyak negara yang mempertimbangkan keputusan mereka untuk mengungkapkan fakta di lapangan.  

“Itu kunjungan terbatas dan sebelum itu (kunjungan) dilakukan pasti mereka (Cina) sudah bersih-bersih dan menentukan apa saja yang dapat ditanya atau dilihat dan mana yang tidak boleh,” kata dia menyampaikan dugaan.  

“Makanya kami minta agar perizinan kedatangan ini tidak dibatasi dan dibebaskan meninjau keadaan dan fakta sebenarnya disana. Jika dibatasi ya sama saja bohong,” lanjut Muhyiddin.  

Dia juga mengkhawatirkan keraguan Indonesia dalam meneriakkan protes pada Cina. Jika pertimbangan Indonesia tidak banyak berkomentar mengenai kebijakan RRC adalah posisi Cina di Indonesia, sama halnya Indonesia secara tidak langsung tengah dijajah kekuasaan RRC, khususnya dalam bidang ekonomi.  

Meski Indonesia tidak dapat membantu banyak dari sisi regulasi, namun sebagai negara dengan Muslim terbanyak, Muhyiddin yakin Indonesia dapat memberikan dukungan moral dengan mengajak negara-negara Islam untuk bersama memboikot Cina. 

“Kita boikot produk Cina apapun barangnya, baik itu kendaraan, gadget dan lainnya agar pemerintah Cina tergerak untuk mengubah regulasi mereka terhadap Uighur,” ujar Muhyiddin. 

“Ini memang tidak akan berdampak jangka panjang. Tapi setidaknya kita tidak terlalu menggantungkan diri kepada Cina, karena memang berbahaya,” tambah dia. 

Untuk mendukung upaya tersebut, World Uighur Organization (WIO), kata Muhyiddin dijadwalkan akan datang ke Indonesia pada Jum’at (11/1) nanti untuk menggelar serangkaian pertemuan dengan DPR, MPR, dan ormas Muslim. 

Menurut dia, dengan hadirnya (WIO), pemerintah dapat memberikan keterangan jujur mengenai kondisi Uighur, mengingat selama ini fakta Uighur hanya diungkapkan secara individu atau perorangan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement