Kamis 10 Jan 2019 14:23 WIB

Bulog: Tak Ada Impor Beras Hingga Juli

Perum Bulog menargetkan angka serapan beras dari petani sebanyak 1,8 juta ton

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Direktur Perum Bulog Budi Waseso, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat melakukan pengecekan stok beras di Komplek Pergudangan Bulog Divre DKI Jakarta dan Banten, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/1).
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Direktur Perum Bulog Budi Waseso, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat melakukan pengecekan stok beras di Komplek Pergudangan Bulog Divre DKI Jakarta dan Banten, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menegaskan tidak akan ada impor beras hingga Juli 2019. Sebab, Bulog menjamin ketersediaan stok beras tercukupi hingga Juli 2019.

Cara untuk menjaga ketersediaan beras adalah dengan melakukan penyerapan tinggi. Ia menargetkan adanya serapan hingga 1,8 juta ton beras hingga Juli 2019.

Baca Juga

Terkait target ini, koordinasi dengan Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang ada telah dilakukan. "Sehingga kita yakini 1,8 juta ton itu akan tercapai," katanya saat ditemui di Komplek Gudang Bulog Divre Jakarta-Banten, Jakarta Utara, Kamis (10/1).

Koordinasi tersebut berupa pemetaan area panen di seluruh Indonesia. Ia melanjutkan, panen diprediksi mulai terjadi pada Februari. Untuk itu, pihaknya telah mengosongkan beberapa gudang di daerah surplus produksi untuk me menampung penyerapan dari petani.

Operasi Pasar menjadi salah satu cara melakukan pengosongan gudang tersebut. Dengan begitu, kualitas beras Bulog tetap terjaga karena beras lama akan tergantikan dengan beras baru.

Diakui Buwas, sapaan akrab Budi Waseso, meski menargerkan angka 1,8 juta ton, ia tetap melihat keuntungan petani. "Kalau petani lebih untung menjual di pasar bebas dengan harga tinggi ya silahkan, tapi kalau tidak laku ya Bulog," kata dia.

Harga jual petani ini dipengaruhi juga oleh cuaca. Pada kondisi hujan seperti saat ini, ia melanjutkan, petani dan Bulog memerlukan dryer atau pengering untuk menjaga standar kadar air dan harga jual.

Stok beras Bulog hingga saat ini mencapai 2,1 juta ton. Dengan dilakukannya OP secara masif, diperkirakan akan mengurangi maksimal 600 ribu ton. Itu artinya, ketersediaan stok ditambah denga penyerapan baru yang mencapai 1,8 juta ton, bisa membuat stok Bulog mencapai lebih dari 3 juta ton.

"Jadi posisi stok kita buat aman. Ini bukti bahwa kita sudah memanaje dengan baik," ujarnya.

Sementara, untuk ketersediaan beras pada Juli 2019 hingga akhir tahun, pihaknya masih akan melihat kondisi di lapangan. "Kalau memang harus impor ya kita impor sesuai dengan kebutuhan kita," kata dia. Hanya saja, dengan koordinasi yang dilakukan sejak dini bersama BPS dan Kementerian terkait, ada data riil yang bisa dijadikam acuan dalam pengambilan keputusan.

Keluarkan beras lokal

Ia menjelaskan, dari stok 2,1 juta ton yang ada di Bulog, lebih dari 1,7 juta ton merupakan beras impor. Namun yang dikeluarkan ke masyarakat adalah mengutamakan beras dalam negeri.

"Kalau dalam negeri penyerapannya lebih mudah daripada yang impor," kata Budi.

Menurutnya, beras impor memiliki spesifikasi tersendiri berupa rasa yang  belum tentu diterima oleh masyarakat. Untuk itu, proses pencampuran menjadi salah satu cara agar masyarakat dapat menerima beras impor tersebut.

"Tapi masih kami pertimbangkan karena itu akan berdampak pada cost," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement