Senin 14 Jan 2019 16:20 WIB

Seruan Solidaritas untuk Muslim Uighur

Perlakuan atas Muslim Uighur adalah pelanggaran HAM berat yang harus dijawab dunia.

Anak muslim Uighur
Foto: EPA/Diego Azubel
Anak muslim Uighur

Oleh Umar Muchtar, Muhyiddin

Pimpinan Arrahman Quranic Learning (AQL) Islamic Cen ter Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) mengajak umat Islam Indonesia untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah. Ia mengingatkan umat agar bisa membantu sesama umat Islam di dunia, termasuk membantu Muslim Uighur di Xinjiang, Cina.

Ustaz Bachtiar menyampaikan ajakannya itu setelah menerima kunjungan perwakilan Majelis Nasional Turkistan Timur di kantor AQL, Tebet, Jakarta Selatan. Salah seorang dari perwakilan tersebut adalah eks penghuni kamp reedukasi Uighur, Gulbachar Jalilova. Jalilova yang merupakan wanita berusia 54 tahun, sebelumnya sudah berkunjung ke kantor harian Republika, Jumat (11/1), untuk menceritakan kisahnya selama berada di kamp.

"Sesama Muslim adalah bersaudara dan persaudaraan kita atas nama agama. Persaudaraan atas nama agama ini yang harus kita gaungkan dan sadarkan kepada umat," ujar Ustaz Bach tiar saat menerima kunjungan Jalilova bersama rombongan.

Ustaz Bachtiar mengatakan, apa yang dilakukan umat Islam Indonesia mungkin belum diketahui oleh semua Muslim Uighur yang berada di kamp. Tapi, dia berharap, kedatangan Jalilova ke kantor AQL bisa memberikan dampak besar terhadap perjuangan Muslim Uighur.

Dia juga berharap, kedatangan Jalilova bisa meningkatkan rasa simpati umat Islam Indonesia kepada Muslim Uighur. "Kebersamaan kita hari ini, selain kita bersimpati kepada saudara-saudara kita di Uighur, kita juga harus mawas diri terhadap bahaya komunisme di Indonesia," kata Ustaz Bachtiar.

Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur Seyit Tumturk yang mendampingi Jalilova mengucapkan terima kasih kepada umat Islam Indonesia karena selama ini telah mendukung Muslim Uighur. Ia mengaku, sangat mengapresiasi langkah umat Islam Indonesia yang sempat melakukan aksi damai di Kedutaan Besar Cina. "Umat Islam Indonesia telah menyuarakan hal ini. Semoga, Allah SWT meridhai kalian semua," kata Seyit.

Menurut dia, ada sebuah pandangan bahwa masyarakat dunia sudah buta, tuli, dan seakan terlelap terhadap penindasan yang dialami Muslim Uighur di Cina. Namun, kata dia, Muslim Indonesia ternyata bangun dari keterlelapan itu. "Ini menjadi bukti bahwa keterlelapan itu salah. Muslim Indonesia akan menjadi contoh gerakan umat Islam dunia," ungkap Sayit.

Anggota DPR RI Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf menyatakan, apa yang menimpa Muslim Uighur di Xinjiang, Cina, merupakan pelanggaran HAM berat. Menurut dia, Pemerintah Indonesia perlu mengusulkan sanksi perdagangan dan hubungan diplomatik kepada dunia internasional untuk dikenakan kepada Cina.

Pernyataan tersebut ia utarakan setelah mendengar pengakuan Jalilova. "Apa yang terjadi pada warga Muslim Uighur bentuk pelanggaran HAM berat yang harus dijawab dunia internasional. Sanksi perdagangan dan hubungan diplomatik itu yang harus kita lakukan," katanya.

Menurut Muzzammil, dua sanksi tersebut diperlukan apa bila Cina tidak memperhatikan berbagai tuntutan dari dunia internasional. Ia menilai, Pemerintah Indonesia juga perlu memperjuangkan Muslim Uighur laiknya menyuarakan kemerdekaan Palestina. Dia mengatakan, pemerintah mesti berani berbicara di forum internasional terkait Uighur sebagai bentuk upaya menekan Pemerintah Cina.

Pemerintah, kata dia, juga perlu menggalang kerja sama dengan banyak negara dan lembaga internasional. "Dunia internasional harus bergerak bersama-sama karena Cina negara besar. Kita harus menggalang itu, kita kuat di Asia Tenggara," ujar dia.

photo
Mantan Penghuni Kamp Uighur Gulbachar Jalilova (kiri) memberikan paparan saat kunjungan di Kantor Republika, Jakarta, Jumat (11/1).

Jalilova saat berkunjung ke kantor AQL untuk menemui Ustaz Bachtiar, kembali menceritakan kisahnya saat menjadi tahanan di kamp reedukasi. Ceritanya tak jauh berbeda dengan yang sudah ia kisahkan kepada Republika dan telah dimuat pada edisi Sabtu (12/11) dengan judul "Pengakuan Eks Penghuni Kamp Reedukasi Uighur".

Di hadapan puluhan aktivis Muslim yang diundang pihak AQL, Jalilova mengungkapkan berbagai kesengsaraan yang di alaminya selama menjadi penghuni kamp reedukasi. Dia bercerita dengan bantuan penerjemah.

Dengan gaya bicaranya yang cepat, Jalilova tampak semangat menjelaskan tentang penderitaan dirinya dan Muslim Uighur lainnya. Namun, saat dia bercerita tentang apa yang dialami nya di ruangan sebesar 7x3x6 meter yang menjadi tempat tinggalnya selama di kamp, air mata Jalilova tiba-tiba mengucur. "Maaf saya teringat dengan saudara-saudara saya di sana," ujar dia sembari mengelap air matanya.

Dia tak kuasa mengingat penderitaan di ruangan itu bersama muslimah Uighur lainnya. Di sana, Jalilova dilarang berbahasa Uighur dan diwajibkan menggunakan bahasa Cina. Jalilova mengaku dirinya mengalami penyiksaan di ruangan itu selama kurang lebih 16 bulan. Pada suatu hari, ia dan teman-temannya juga pernah diinterogasi selama 24 jam tanpa diberikan makanan dan minuman.

Saat malam hari, ia dan penghuni lainnya harus bergantian tidur. Maklum, di ruangan yang sangat sempit, ia tinggal bersama 50 orang lainnya. "Untuk buang air besar atau air kecil juga harus dilakukan di ruangan tersebut, sehingga semua orang di ruangan itu bisa melihatnya," kata dia. "Di sini (Indonesia), udara sedikit panas. Tapi di sana kita sangat kedinginan tanpa selimut dan bantal," ujarnya lagi.

Jalilova bercerita, ia beserta penghuni lainnya selalu diawasi kamera pengintai. Bahkan, di ruangan itu terdapat perekam suara untuk mendeteksi segala gerak-gerik yang ada di ruangan itu.

Ada satu hal yang betul-betul ingin dijaga oleh perempuan asal Kazakstan itu, yakni amanah dari para tahanan. Sebelum dibebaskan dengan bantuan lobi dari keluarga dan pemerintah Kazakhstan, para tahanan menitip pesan agar menginformasi kan apa yang sebetulnya terjadi di kamp. "Kami yang di sini tidak tahu bagaimana keluarnya, mohon beritahukan bahwa kami sedang mendapatkan penindasan," kata dia meniru ucapan para penghuni kamp. n ed: satria kartika yudha

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement