Rabu 16 Jan 2019 04:20 WIB

Inovasi 4K Tekan Inflasi Solo

Perkembangan inflasi Solo sudah turun jauh sejak 2014 yang mencapai 8,01 persen.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Inflasi
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Inflasi

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Solo menggelar Rapat Koordinasi (rakor) yang membahas evaluasi kinerja pengendalian inflasi 2018 dan langkah-langkah pengendalian inflasi 2019, di Gedung Bank Indonesia Kantor Perwakilan Solo, Selasa (15/1). Dalam rakor tersebut, dijelaskan mengenai invoasi 4K yang dapat menekan inflasi di Kota Bengawan pada 2018 yang tercatat sebesar 2,45 persen. 

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo, Bandoe Widiarto, mengatakan, inflasi menjadi prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Pertumbuhan ekonomi bisa tinggi tidak akan ada artinya kalau inflasi lebih tinggi. Karena akan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat. 

Bandoe menjelaskan, perkembangan inflasi Kota Solo secara historis sudah turun dibandingkan 2014 yang pernah mencapai 8,01 persen. Pada 2015 inflasi di Solo sebesar 2,56 persen, 2016 menjadi 2,15 persen, 2017 sebesar 3,10 persen dan inflasi 2018 sebesar 2,45 persen. 

"Kota Solo pernah inflasi 8,01 persen tetapi dengan upaya kita bersama kita bisa menekan menjadi 2,45 persen. Sehingga inflasi ini lebih rendah dari nasional yang sebesar 3,13 persen dan inflasi Jawa Tengah yang sebesar 2,82 persen," terang Bandoe dalam rakor tersebut. 

Dia memaparkan, yang sudah dilakukan oleh TPID Solo pada 2018 mencakup 4K yang terdiri atas ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, komunikasi yang efektif, serta keterjangkauan harga. Agar dapat menjaga ketersediaan pasokan, Kota Solo perlu kerja sama antar daerah di eks Karesidenan Surakarta karena di Solo tidak punya lahan dan tidak punya tempat produksi bahan pokok.

Tugas TPID menjaga agar komoditas seperti beras, bawang merah, bawang putih tidak dijual dulu ke luar daerah Solo Raya. Melainkan didistribusikan dulu ke Solo dan sekitarnya. 

Dari sisi distribusi, TPID memastikan tidak ada penimbunan bahan pangan yang bisa menyebabkan harga-harga naik. Selanjutnya, untuk memastikan keterjangkauan harga, TPID Solo mengadakan pasar murah supaya harga-harga terjangkau. 

"Kalau kita membuat kios-kios TPID harga-harga sudah jelas, nanti pedagang-pedagang tidak berani menaikkan harga karena nanti tidak laku. Ini satu-satunya di Indonesia," ujarnya.

Sementara dari sisi komunikasi, TPID mengajak masyarakat lewat jalur-jalur tetentu untuk tidak memborong barang-barang terlalu berlebihan. Sebab, pola pikir orang Indonesia saat hari raya biasanya akan membeli barang sebanyak-banyaknya. 

"Ini yang kita lakukan sehingga inflasi di 2018 dan sebelum-sebelumnya bisa terjaga di bawah 3 persen," ungkapnya. 

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Solo, R Bagus Rahmat Santoso, merinci, penyebab inflasi 2018 di Solo antara lain, bensin, mie, tarif rumah sakir, rokok kretek filter, beras, servis kendaraan, air kemasan, semen, daging ayam ras, dan jeruk. 

Deputi Bank Indonesia Perwakilan Solo, Taufik Amrozy, menyatakan, inflasi di Solo penting karena menjadi sampel kota indeks harga konsumen (IHK). Namun, BI terus memperluas basis data bersama-sama dengan BPS supaya pengelolaan inflasi ke depan menjadi lebih baik. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement