Rabu 16 Jan 2019 14:11 WIB

Jurus Pemerintah Atasi Membengkaknya Defisit Neraca Dagang

Neraca dagang Indonesia mengalami defisit terbesar sejak 1975

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengatasi pelebaran defisit   neraca perdagangan yang terjadi sepanjang 2018. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca dagang Indonesia sepanjang 2018 mengalami defisit sebesar 8,57 miliar dolar AS, terbesar sejak 1975.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, menyebutkan bahwa demi mendorong kinerja ekspor pemerintah menerbitkan fasilitas Kredit Berorientasi Ekspor (KURBE). Fasilitas yang dikelola Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI (Indonesia Exim Bank) ini diharapkan mampu meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Suku bunga KURBE juga disebut relatif rendah yakni 9 persen tanpa subsidi.

"Penyaluran kredit ini bakal terus ditangani," jelas Erani, Rabu (16/1).

Selain itu, Erani menambahkan, pemerintah juga memberikan insentif bagi investasi di sektor hulu. Insentif investasi di sektor hulu sudah digulirkan pemerintah untuk mengurangi impor bahan baku dan penolong.

Namun Erani meningatkan bahwa dampak positif dari kebijakan ini baru bisa dirasakan dalam jangka menengah. Menilik data Bank Indonesia (BI), peranan nilai ekspor manufaktur terhadap nilai ekspor nasional mencapai 70 persen pada 2018 atau naik dari 67 persen pada 2014.

Menyinggung kembali soal defisit neraca dagang yang menyentuh rekor, Erani juga mengingatkan bahwa Indonesia dalam beberapa dekadee silam bukan lah negara yang terampil dalam membagi kue ekonomi.

Sejak zaman orde baru, ia memandang pertumbuhan ekonomi hanya singgah pada lapis golongan atas masyarakat. "Sejak awal 2015 pemerintah berjuang agar model pembangunan semacam itu diakhiri. Kini pertumbuhan ekonomi diikuti dengan penurunan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Inflasi juga selalu bisa ditekan di bawah 3,6 persen selama 4 tahun berturut-turut," jelas Erani.

Sebagai informasi, sejak 1975 Indonesia baru kembali mengalami defisit perdagangan pada 2012 yakni sebesar 1,7 miliar dolar AS. Kemudian, defisit kembali terjadi pada 2013 sebesar 4,08 miliar dolar AS dan pada 2014 sebesar 2,2 miliar dolar AS.

Defisit neraca dagang pada 2018 disebabkan defisit migas sebesar 12,4 miliar dolar AS. Angka itu tidak mampu mengkompensasi surplus nonmigas yang hanya sebesar 3,8 miliar dolar AS. Defisit perdagangan melorot jauh dibandingkan 2017 yang justru surplus 11,84 miliar dolar AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement