REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Harga minyak naik tipis pada perdagangan Senin (21/1), membalikkan kerugian awal, karena investor mengabaikan data yang mengkonfirmasi pertumbuhan ekonomi Cina sedang mendingin. Investor terus mengikuti pendorong positif sisi pasokan untuk pasar.
Minyak mentah berjangka Brent, naik 12 sen AS menjadi 62,83 dolar AS per barel pada pukul 15.23 waktu London (17.27 GMT) terhadap harga penutupan Jumat (18/1). Sementara, minyak mentah berjangka AS naik 19 sen AS menjadi 53,99 dolar AS per barel. Pasar keuangan AS ditutup pada Senin untuk libur memperingati Hari Martin Luther King Jr.
Ekuitas global turun setelah data menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina pada 2018 ke level terendah 28 tahun. Angka-angka itu menimbulkan kekhawatiran bahwa prospek pertumbuhan global mungkin akan semakin suram, terutama karena ketegangan perdagangan AS-Cina.
Baca juga, IMF: Ekspansi Global Melemah dengan Pertumbuhan Rendah
"Itu sangat mungkin bahwa pertengkaran perdagangan dengan AS telah memainkan bagian dalam perlambatan terbaru ini," kata kepala analis pasar CMC Markets, Michael Hewson. Namun, investor juga harus mempertimbangkan bahwa ekonomi Cina tidak mungkin tumbuh pada kecepatan yang telah terjadi selama 10 tahun terakhir, dalam 10 tahun mendatang.
Pasar saham sejauh ini masih mengalami kenaikan. Hal ini telah memberikan investor minyak kepercayaan lebih untuk bertaruh secara agresif pada kenaikan harga minyak mentah.
Para analis mengatakan latar belakang yang lebih kuat untuk pasar keuangan dan prospek pertumbuhan produksi minyak mentah yang lebih lambat adalah pendorong utama di balik reli minyak. "Kinerja pasar saham adalah salah satu alasan mengapa minyak terus bergerak lebih tinggi. Tampaknya juga ada kepercayaan umum bahwa pemotongan yang disepakati dalam produksi OPEC+ akan cukup untuk menyeimbangkan pasar," PVM Oil Associates mengatakan dalam sebuah catatan.
Sementara ada kekhawatiran bahwa ekonomi global yang melambat dapat berdampak pada permintaan minyak. Pengurangan produksi yang dilaksanakan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) kemungkinan akan mendukung harga minyak mentah, kata para analis.
"Anda tidak bisa membenarkan harga minyak di level ini. Kami pada dasarnya melihat rata-rata hampir 70 dolar AS per barel untuk Brent pada tahun 2019," kata ahli strategi komoditas ING Warren Patterson.