REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mendukung kebijakan pemerintah terbaru untuk mendorong ekspor dan substitusi impor. Gubernur BI, Perry Warjiyo optimistis kebijakan akan berimbas cukup efektif dalam jangka pendek pada perekonomian secara makro.
"Kami dari Bank Indonesia mengapresiasi dan mendukung penuh kebijakan pemerintah untuk terus mendorong ekspor dan substitusi impor, termasuk yang baru saja ditempuh," kata dia di Kompleks BI, Jumat (25/1).
Ia optimistis pada kebijakan untuk mendukung ekspor komoditas dengan mengurangi sejumlah prosedur. Kebijakan akan mempercepat birokrasi dan menstimulus kenaikan tingkat ekspor dari dalam negeri. Perry mengatakan sejumlah proses memang dinilai menghambat.
Kini beberapa prosedur dipangkas dan dipermudah. Seperti tidak perlu lagi laporan survei, cukup laporan dari bea cukai, percepatan perizinan, administrasi dokumen lainnya termasuk pengaturan logistik, seperti di pelabuhan. "Kami lihat kebijakan ini sangat positif mendorong ekspor, dan dalam jangka pendek bisa terlihat hasilnya," kata dia.
Paket deregulasi lain yang diluncurkan tahun lalu juga dinilai akan memperbaiki perekonomian. Seperti kebijakan mendorong industri manufatur, otomatif, garmen, makanan minuman, dan industri lain agar melakukan substitusi impor.
Karena langkah pemerintah tidak cukup hanya dengan meningkatkan ekspor tapi juga perlu menurunkan impor. Sehingga, tidak hanya memperbaiki defisit neraca berjalan tapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, BI mencatat perbaikan dalam aliran devisa yang masuk dari sektor pariwisata. Perry mengatakan ada kenaikan cukup besar penerimaan pariwisata dari wisatawan mancanegara (wisman).
"Meski jumlah wisman tidak terlalu tinggi tapi nilainya naik, ini karena spending mereka di sini meningkat," kata Perry.
Kinerja ekspor dan impor menjadi momok tingginya defisit neraca berjalan pada 2018. Perry mengatakan meski permintaan domestik tinggi sekitar 5,5 persen, namun ekspor dan impor negatif cukup tinggi. Sehingga real GDP pada 2018 diperkirakan sekitar 5,1 persen.
Ia optimistis saat kinerja ekspor dan impor mengalami perbaikan maka tak hanya akan membawa imbas positif pada defisit neraca berjalan yang ditargetkan 2,5 persen tahun ini, tapi juga real GDP Indonesia.