Rabu 30 Jan 2019 15:02 WIB

Kepala BKPM: Insentif Investasi di Indonesia Kurang Nendang

Insentif diperlukan agar Indonesia bisa bersaing dengan Vietnam dan Thailand

Kepala Badan Koordinasi Bidang Perekonomian (BKPM) Thomas Lembong.
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Kepala Badan Koordinasi Bidang Perekonomian (BKPM) Thomas Lembong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengakui insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong investasi masih kurang nendang. Selain itu kebijakan insentif investasi ini juga belum agresif.

"Memang menurut kami, insentif yang ditawarkan harus dibuat lebih agresif dari pada sekarang karena dari data yang riil, insentif yang kita berikan belum berhasil mengangkat investasi. Belum nendang dibanding harapan kita semua," tuturnya dalam paparan di Jajarta, Rabu (30/1).

Tom, sapaan akrab Thomas, menilai insentif yang ada harus dibuat lebih agresif, bahkan mungkin perlu adanya tambahan insentif agar menarik minat investor asing. Insentif yang agresif diperlukan agar Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand.

"Bukan rahasia negara tetangga super agresif, kelihatan dari data investasi Vietnam dan Thailand. Mereka memang gencar memberi insentif dan lakukan deregulasi," katanya.

Tom menambahkan selain perlu lebih agresif, pemerintah harus mengimbanginya dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja. "Dan kesulutan regulasi yang masih tumpang tindih dan masih dalam proses penyederhanaan," tutupnya.

Berdasarkan catatan BKPM, realisasi penanaman modal asing (PMA) sepanjang 2018 mencapai Rp 392,7 triliun. Pencapaian ini turun 8,8 persen dibanding periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp 430,5 triliun.

Jika dibandingkan secara kuartal ke kuartal, capaian itu turun 11,6 persen. Pada kuartal IV 2018 realisasi investasi mencapai Rp 99 triliun atau turun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 112 triliun.

Menurut Tom, penurunan realisasi investasi sejalan dengan tren investasi asing langsung berdasarkan data UNCTAD yang turun 20 persen. Penurunan disebutnya akibat sentimen negatif atas eskalasi perang dunia antara AS dan Cina.

"Data ini konsisten dengan data FDI (investasi asing langsung) di Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement