REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mendesak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mencabut persetujuan bagasi berbayar untuk Lion Air, Wings Air, dan Citilink Indonesia. Ketua KKI David Tobing mengatakan pihaknya sudah mengirimkan somasi kepada Kemenhub mengenai hal tersebut.
David mengatakan dalam somasi tersebut juga meminta Kemenhub mengubah ketentuan aturan waktu pada Pasal 63 Ayat 2 Permenhub Nomor 185 tahun 2016. Dalam aturan tersebut disebutkan permohonan perubahan prosedur operasional standar (POS) wajib disampaikan oleh badan usaha angkutan udara kepada Ditjen Perhubungan Udara paling lama 60 hari sebelum pelaksanaannya.
“Kami mendesak Kemenhub mengubah aturan tersebut menjadi paling lambat atau tidak boleh kurang dari 60 hari sebelum pelaksanaan SOP,” kata David dalam pernyataan terutlis yang diterima Republika.co.id, Jumat (1/2).
David mengatakan pemberian izin bagasi berbayar oleh Kemenhub kepada Lion Air, Wings Air, dan Citilink Indonesia sudah melanggar ketentuan Pasal 63 Ayat 2 Permenhub Nomor 185 Tahun 2015. “Ini karena pengajuan perubahan POS pelayanan Lion Air, Wings Air, dan Citilink terkait bagasi berbayar tidak dilakukan dalam rentang waktu sebagaimana diatur,” jelas David.
Menurut David, sesuai keterangan dari Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti mengatakan Lion Air dan Wings Air baru mengajukan permohonan perubahan POS pada 4 Januari 2019 untuk pelaksanaan 08 Januari 2019. Begitu juga dengan Citilink baru mengajukan permohonan perubahan POS pada bulan Januari.
Untuk itu, David mengatakan maskapai tidak bisa seenaknya langsung memberlakukan kebijakan bagasi berbayar. Seharusnya, kata dia, permohonan perubahan POS diajukan paling lama 60 hari kerja sebelum pelaksanaan.
Baca juga, Citilink Bahas Secara Internal Soal Bagasi Berbayar
“Ini aneh, walaupun belum mendapatkan izin Kemenhub, Lion Air sudah mengumumkan ke publik akan memberlakukan bagasi berbayar pada tanggal 8 Januari 2019, seharusnya Kemenhub memberikan sanksi bukannya menyurati Lion Air agar meminta ijin terlebih dulu lalu dalam waktu singkat langsung diberikan izin,” jelas David.
Dia menambahkan, ketentuan paling lama 60 hari tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal tersebut menurutnya seolah-olah memperbolehkan permohonan perubahan POS diajukan dalam waktu kurang dari 60 hari kerja sebelum pelaksanaan.
“Kami mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan apabila tuntutan kami dalam somasi ini tidak ditanggapi dengan baik oleh Kemenhub,” ujar David.
Dia mengharapkan Kemenhub maupun maskapai dapat mengkaji ulang penerapan bagasi berbayar. Kemenhub dan maskapai juga harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat selaku konsumen jasa penerbangan.
Di sisi lain, pengamat penerbangan Alvin Lie menilai memang aturan Pasal 63 Ayat 2 Permenhub Nomor 185 Tahun 2015 kurang lazim. “Biasanya untuk pengajuan kepada pemerintah digunakan kata sedikitnya atau paling lambat. Sementara soal persetujuan dari pemerintah menggunakan kata paling lama,” jelas Alvin.
Hanya saja, Alvin menganggap tetap saja kata kuncinya ada pada kata paling kama pengajuan perubahan POS tersebut paling lama 60 hari kerja. Dengan begitu, bisa saja diartikan kurang dari 60 hari kerja termasik setengah hari juga bisa diajukan kepada pemerintah.