REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Presiden Joko Widodo meminta sistem peringatan dini kebencanaan terpadu yang berbasiskan rekomendasi dari hasil penelitian, pengkajian, pakar harus dipakai di Indonesia dapat segera terwujud. Presiden juga berharap agar masyarakat punya rute evakuasi yang jelas saat bencana terjadi.
"Pembangunan peringatan dini terpadu yang berbasiskan rekomendasi dari hasil penelitian, pengkajian, pakar harus dipakai. Sistem peringatan dini terpadu, daerah maupun nasional harus membangun itu dan harus kita kerjakan itu Di titik-titik mana, di tempat-tempat yang mana?" kata Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2019 di Jawa Timur Expo, Surabaya, Sabtu (2/2).
Rapat koordinasi itu dihadiri juga oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo dan 4.000 peserta dari seluruh Indonesia maupun perwakilan negara sahabat. "Untuk itu pada kesempatan yang baik ini, Pak Doni selaku Kepala BNPB akan mengkoordinasikan semua kementerian dan lembaga terkait agar sistem peringatan dini segera terwujud dan kita rawat," tambah Presiden.
Presiden juga berharap adanya jalur evakuasi jika bencana terjadi. Ia mencontohkan yang terjadi di Jepang. "Saya melihat video di Jepang misalnya, ada gempa, masyarakat baru makan, tetap makan tidak panik, tapi begitu tanda sirine sudah 'nguing nguing' baru lari, tapi rutenya jelas, ke arah mana jelas. Hal-hal ini yang mulai kita kerjakan," ungkap Presiden.
Presiden menegaskan bahwa papan-papan peringatan maupun rute-rute evakuasi akan mulai ditempatkan pada tahun ini. "Terakhir, lakukan simulasi latihan, lakukan simulasi penanggulangan bencana secara berkala dan teratur untuk mengingatkan masyarakat kita secara berkesinambungan sampai ke tingkat paling bawah RT, RW sehingga masyarakat kita siap menghadapi setiap bencana," tambah Presiden.
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo (kanan) meninjau peralatan milik BNPB usai membuka Rakornas Penanggulangan Bencana 2019 di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/2/2019).
Meskipun bencana itu bukan hanya gempa, tsunami, banjir, longsor, tapi Presiden meyakini bahwa gempa dan tsunami yang menelan paling banyak korban. Berdasarkan data BNPB, sepanjang tahun 2018 tercatat 2.572 kejadian bencana. Bulan Januari dan Februari adalah puncak bencana banjir, longsor dan puting beliung.
Selama bulan Januari 2019, telah terjadi kejadian bencana 366 yang menyebabkan 94 orang meninggal dan hilang, 149 orang luka-luka, 88.613 orang mengungsi dan terdampak, 4.013 unit rumah rusak meliputi 785 rusak berat, 570 rusak sedang, 2.658 rusak ringan, dan 146 fasilitas umum rusak.
Lebih dari 98 persen bencana yang terjadi merupakan bencana hidrometeorologi selama Januari 2019. Bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sulawesi Selatan merupakan bencana yang banyak menimbulkan korban meninggal dan hilang.
Dalam periode yang sama, yaitu 1 Januari hingga 31 Januari, jumlah kejadian bencana tahun 2019 lebih banyak daripada tahun 2018. Perbandingan bencana antara tahun 2018 dan tahun 2019 menunjukkan bahwa jumlah kejadian bencana naik 57,1 persen, korban meninggal dunia dan hilang naik 308,7 persen, korban luka-luka naik 186,5 persen, korban mengungsi dan terdampak turun turun 49,8 persen, dan jumlah rumah rusak turun 59,7 persen.