REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data statistik dari Agence Pour le Développement des Relations Interculturelles (ADRI), pada tahun 2000 terdapat 150 ribu Muslim dari sekitar 1,8 juta penduduk Lyon. Sementara di Paris, jumlah Muslim mencapai 1,7 juta dari sekitar 12 juta warganya.
Akan halnya dengan Marseille dan Lille yang memiliki jumlah Muslim sama banyak, yaitu 200 ribu orang. Dengan total penduduk Marseille yang 800 ribu orang, artinya 25 persen warganya memeluk Islam.
Islam adalah agama yang berkembang paling cepat di Prancis. Dengan jumlah Muslim lima juta orang, Prancis menjadi negara yang memiliki warga Muslim terbanyak di Eropa, disusul Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa.
Di Prancis, Islam adalah agama dengan pemeluk terbanyak kedua setelah Katolik. Bahkan, salah satu partai politik Prancis, Front Nasional, memprediksi Prancis akan menjadi negara Muslim pada tahun 2020 karena jumlah pemeluk Islam yang terus berkembang pesat.
Baca: Menelusuri Jejak Islam di Lyon
Warga Prancis keturunan dari negara-negara Magribi (Aljazair, Maroko, dan Tunisia) umumnya memiliki banyak anak. Saat bepergian menggunakan bus kota, trem, maupun metro (kereta bawah tanah), misalnya, mereka membawa 3-4 anak.
Sementara warga asli Prancis rata-rata memiliki anak sedikit. Selain karena kedua orang tuanya sibuk bekerja, mereka juga berpikir memiliki banyak anak akan berat dan mahal biayanya. Mulai dari biaya pendidikan, biaya asuransi, dan sebagainya.
Sementara warga Muslim keturunan diberikan subsidi untuk anak hingga usia 18 tahun. Besaran subsidi ini semakin besar jika anaknya juga semakin banyak.
Berdasarkan data statistik yang dijelaskan di atas, Muslim di Lyon adalah populasi yang cukup besar. "Selama tinggal di Lyon, sering sekali saya menjumpai Muslimah-Muslimah berjilbab. Rasanya seperti tinggal di Jakarta saja, ungkap Rakhmat Hidayat
Dosen Jurusan Sosiologi Unversitas Negeri Jakarta.