Kamis 21 Feb 2019 10:40 WIB

Australia Diminta Selamatkan Keluarga Uighur di Cina

Australia akan menyediakan bantuan konsulat bagi keluarga Uighur.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, berolahraga di lapangan voli pelataran asrama, Jumat (3/1/2019).
Foto: ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, berolahraga di lapangan voli pelataran asrama, Jumat (3/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Seorang laki-laki Uighur di Australia memohon pemerintah Australia 'menyelamatkan' istri dan putranya yang masih bayi. Laki-laki yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan keluarga terancam ditahan di Cina.

Laki-laki itu mengatakan ia dipisahkan dari istrinya yang berwarga negara Cina pada 2017, ketika istrinya dilarang meninggalkan Cina. Sejak saat itu, ia mendapatkan kewarganegaraan Australia untuk putranya yang baru berusia 18 bulan.

Baca Juga

Australia mengatakan akan menyediakan bantuan konsulat. Laki-laki 28 tahun mengatakan istrinya sempat ditahan di Xinjiang tahun lalu. Tapi lalu dilepaskan lagi karena harus merawat putra mereka.

"Bayi saya orang Australia, jadi saya sangat berharap pemerintah dapat melakukan sesuatu untuk membawanya pulang ke sini," kata laki-laki yang tinggal di Sydney itu kepada BBC, Kamis (21/2).

Laki-laki tersebut mengatakan ia khawatir istrinya kembali dimasukan ke dalam kamp penahanan. Putranya ditempatkan ke dinas sosial pemerintah Cina dan berpotensi diadopsi keluarga lain. Ia mengatakan hanya pernah melihat putranya dari foto. Laki-laki itu takut untuk berkomunikasi dengan istrinya karena dapat dicurigai pemerintah Cina. 

"Kegelisahannya tersebut berlanjut karena situasi yang tidak pasti untuk Uighur di Xinjiang, selalu ada ancaman pengasingan," kata pengacara laki-laki itu, Michael Bradley.

Organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch menjadi pihak yang paling diawasi di Cina. Mereka sudah dimintai sampel DNA dan biometrik. Kelompok hak asasi manusia sudah menuduh Cina mempersekusi minoritas Muslim tersebut. Pada tahun lalu PBB melaporkan ada sekitar 1 juta Muslim Uighur yang ditahan dalam kamp pengasingan di Xinjiang.

Bradley mengatakan pemerintah Australia memberitahu kliennya tidak mungkin mereka dapat membawa istrinya karena dia tidak memiliki kewarganegaraan Australia. Buzzfeed melaporkan pasangan tersebut menikah di Xinjiang pada 2016 lalu, setelah laki-laki tersebut mencari suaka di Australia dan menghabiskan waktu bertahun-tahun di sana.

Pemerintah Australia sudah berjanji untuk memberikan bantuan konsulat 'untuk laki-laki Australia yang keluarganya di Cina'. Tapi karena alasan privasi mereka tidak memberikan rinciannya.

Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia mengatakan mereka mengetahui tentang sejumlah kasus warga Australia yang tidak dapat menghubungi teman dan keluarga mereka di Xinjiang. "Australia prihatin dengan situasi hak asasi manusia di Xinjiang dan terus meminta Cina untuk menghentikan penahanan sewenang-wenang terhadap warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri dan perdagangan Australia. 

Beberapa waktu yang lalu warga Uighur Australia menuduh pemerintah Cina melecehkan dan menekan mereka. Tahun lalu, pemerintah Australia mengkonfirmasi ada tiga warga negara mereka yang ditahan dan dibebaskan di kamp pengasingan di Xinjiang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement