REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terus melemah hingga 5,03 persen secara point to point. Menyiasati hal itu, Menko Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, langkah Dewan Negara Kelapa Sawit atau Council of Palm Oil Producers Countries (CPOPC) melalui kolaborasi multilateral secara tidak langsung akan berdampak pada harga komoditas tersebut.
Dia menjelaskan, CPOPC berencana menggandeng sejumlah organisasi multilateral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti UNEP dan FAO sebab kampanye negatif Uni Eropa yang mencoret sawit dari bahan bakar nabati atau biofuel. Saat ini menurutnya, sawit merupakan komoditi yang paling efektif dan efisien dalam produksi dibanding jenis tanaman lain.
“Oleh karena itu, langkah ini juga akan berkontribusi ke depannya untuk stabilitas harga CPO,” kata Darmin kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (28/2).
Dia menilai, langkah Uni Eropa melalui instrumen unilateral menyerang negara produsen sawit menuju Sustainable Development Goals (SDGs). Hal itu, kata dia, juga dapat menyebabkan produksi kelapa sawit untuk ekspor akan terhambat.
Darmin menegaskan, sektor kelapa sawit berkontribusi terhadap peningkatan peran petani kecil yang tercantum dalam SDGs 2030 sebagaimana yang tertuang dalam mandat PBB. Menurutnya, hingga saat ini belum ada satu pun tanaman yang mampu menggantikan efisiensi peran tanaman sawit.
“Sekalipun biji bunga matahari, itu masih jauh dari efisiensi sawit,” katanya.
Seperti diketahui, sawit merupakan komoditas bahan bakar nabati paling efisien dibandingkan kedelai, biji bunga matahari, dan rape seed. Untuk itu Darmin optimistis, CPOPC dapat mengutamakan komunikasi multilateral untuk menghadapi Uni Eropa sehingga harga sawit dapat bergerak membaik.