REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karya sastra Islami merupakan salah satu dari sekian karya yang bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Karya ini memberikan alternatif atau pilihan yang berbeda, tetapi tetap bisa dinikmati oleh siapa saja secara universal. Lahirnya komunitas penulis dipercaya mampu memberikan warna dan memopulerkan karya Islami.
Salah satu komunitas yang sudah berjalan lama dalam bidang penulisan adalah Forum Lingkar Pena (FLP). Komunitas yang bahkan disebut sudah berbentuk organisasi ini sudah lahir sejak 22 tahun silam. FLP menghasilkan beragam penulis sastra Islami, seperti Asma Nadia dan Habiburrahman El Shirazy atau dikenal Kang Abik.
Ketua Umum FLP Yeni Mulati Ahmad atau dikenal dengan nama Afifah Afra menyebut, FLP memang serius dalam pengaderan penulisnya. Untuk menjadi anggota tetap, harus melewati tahap rekrutmen dan seleksi.
Di FLP, ada tiga tingkatan keanggotaan. Tingkat muda, madya, dan andal. Biasanya pe ngaderan dilakukan di setiap cabang dan wilayah. Setiap anggota akan mendapatkan pembinaan berdasarkan kurikulum yang dimiliki organisasi ini.
"FLP memiliki tiga pilar utama yang menjadi fokus saat melakukan pembinaan kepada para penulis. Tiga pilar ini kepenulisan, keorganisasian, dan keislaman. FLP ingin membentuk penulis yang tidak hanya andal dalam menulis, tetapi juga berorganisasi dan memiliki nilai keislaman," ujar Afifah kepada Republika.co.id, belum lama ini.
Sejak awal, FLP yang didirikan oleh Asma Nadia, Helvy Tiani Rosa, dan Mai mon Herawati ini ingin menjadi organi sasi yang melakukan pengaderan ke pada penulis dan fokusnya Islami. FLP ingin menjawab tantangan dakwah bilqalam.
FLP pun mendorong setiap anggotanya untuk terus berkreasi dan menelurkan karya. Untuk membantu para penulis, FLP membuka kelas umum dan klub. Biasanya kelas umum dilakukan setiap enam bulan atau satu tahun sekali dan berlangsung selama tiga hari. Se mentara untuk klub dilakukan dengan anggota yang lebih kecil dengan satu men tor yang memiliki level di atas mereka.
"Untuk anggota FLP yang terverifikasi ada 2.800-an orang dari 80 cabang dan 29 wilayah. Baru tiga tahun terakhir ini kita adakan verifikasi ulang. Kalau keseluruhan, ada lebih dari 5.000," kata Afifah.
Proses verifikasi ulang ini, menurutnya, juga membantu dalam mengetahui mana anggota yang aktif dan tidak. Dengan begitu, kegiatan ke depan bisa dilakukan dengan lebih efektif. Bagi penulis yang tidak aktif, FLP pun memberikan sanksi dari teguran hingga pemutihan atau dihapus keanggotaannya.
Komunitas lainnya yang juga menelurkan penulis Indonesia adalah Rumah Dunia yang digagas oleh Heri Hendrayana Harris atau lebih dikenal Gol A Gong. Pria kelahiran Purwakarta ini juga seorang penulis yang berkecimpung di dunia sastra Islami.
"Tujuan didirikannya Rumah Dunia, salah satunya berpartisipasi dalam regenerasi penulis. Kita menyediakan, menyelenggarakan, serta memfasilitasi kelas menulis. Sesuatu yang bisa dila kukan siapa saja," ujar penulis Pada-Mu Aku Bersimpuh.
Ia menyebut, anggota Rumah Dunia bisa datang dari golongan apa saja dan usia berapa saja. Mereka bahkan datang tanpa bekal apa-apa dan bermodal niat dan keinginan belajar akan dibantu. Bagi penulis yang bergabung di Rumah Dunia, tahap pertama mereka akan diajak untuk berpikir kritis.
Mereka akan masuk kelas jurnalistik dan membuat karya jurnalistik. Karya ini bisa berupa surat pembaca, berita feature, atau esai. Pada tahap berikutnya, mere ka masuk kelas sastra dan diajarkan menulis novel, puisi, dan prosa.
"Rumah Dunia sifatnya universal, tapi minimal ada nilai Islaminya. Sebagai komunitas, kita tidak mengklaim sebagai komunitas sastra Islami. Tapi, di dalamnya kita ajarkan kandungan nilai-nilai Islami," lanjut dia.
Ia menyebut, banyak penulis yang suka menulis sastra Islami. Sifat dan nilai Islami yang ada dalam karya sastra bia sa dikenal pula dengan sastra kemanusiaan. Peminatnya pun banyak karena cerita yang diusung bisa dikata kan aman bagi keluarga.
"Sastra Islami ini pada akhirnya akan menemukan pembacanya. Meskipun ada yang tidak suka, tapi lebih banyak yang suka. Saya pernah dalam suatu diskusi diberi tahu bahwa orang non- Muslim juga membaca sastra Islami karena mengusung nilai universal. Banyak yang menyukai itu," ujar dia.