REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Tokoh Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, yang akrab dipanggil Buya Syafii sebelumnya menyebut puisi Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Neno Warisman sebagai puisi yang sadis dan biadab. Hal itu pun mendapatkan tanggapan dari calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, KH Maruf Amin.
Menurut Kiai Maruf, pernyataan sadis dan biadab itu dilontarkan Buya Syafii sebagai bentuk kemarahan atas puisi Neno Warisman yang menyamakan pilpres dengan Perang Badar. "Ya doa memang tidak tepat ya. Doa perang badar itu diucapkan pada saat kita mau pilpres. Jadi pilpres menyamakan perang badar tidak tepat. Tentu Buya Syafii sangat marah mungkin dia itu," ujar Kiai Ma'ruf saat ditanya sebelum menghadiri acara Karawang Bershalawat di depan Stadion Karawang, Sabtu (2/3) malam.
Diketahui, sebelumnya Buya Syafii mengatakan, pihak yang sengaja melontarkan ujaran kebencian hingga fitnah hanya untuk membela salah satu tokoh politik adalah hal tidak terpuji. "Yang masif adalah jalan kebencian fitnah dan itu menyeret Tuhan. Masa Tuhan dibawa pemilu. Kan itu tidak benar, tapi itu terjadi," kata Buya Syafii di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/2).
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu pun mencontohkan kasus Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Neno Warisman pada acara Munajat 212. Buya Syafii menilai pembacaan puisi yang dilakukan adalah tindakan sadis dan biadab.
"Apalagi pakai puisi yang sebut kalau kalah, Tuhan tidak ada yang sembah. Menurut saya itu (pembacaan) puisi yang sadis, bodoh sekali dan biadab," kata Buya Syafii.
Kepada Republika, Neno pernah menjelaskan maksud doa yang ia panjatkan ketika perhelatan Munajat 212, Kamis (21/2) lalu. Neno menegaskan, doa tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan ajang pilpres. Terlebih, menyamakan pilpres dengan Perang Badar zaman Rasulullah SAW.
"Sama sekali tidak berhubungan. Saya hadir di acara Munajat 212 atas nama pribadi. Doa itu pun atas keprihatinan saya terhadap diri sendiri,” kata Neno ketika dihubungi, Ahad (24/2).
Neno mengaku heran, akan banyaknya pihak yang menganggap doa tersebut sebagai sikap menyamakan ajang Pilpres dengan Perang Badar. Menurutnya, hal itu sangat mengada-ada dan jauh dari konteks doa.
Menurut Neno, setiap hari, tiap manusia tentu berperang melawan hawa nafsunya sendiri. Bukan perang dengan sesama masyarakat hanya karena beda pilihan. Oleh karena itu, doa yang ia panjatkan agar tidak diterjemahkan dalam lingkup yang sempit.
Selain itu, kata 'kami' yang disebutkan Neno dalam doa tersebut mewakili diri Neno sendiri. Bukan suatu kelompok tertentu, termasuk pasangan calon capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga. Neno mengaku, memang, doa yang ia panjatkan terinspirasi dari kisah Perang Badar saat zama rasul.
Hanya saja, bukan berarti doa tersebut lantas terasosiasikan dengan pertarungan politik yang tengah terjadi saat ini. Neno menuturkan, doa tersebut pun sering ia panjatkan dalam berbagai situasi yang dihadapi.
"Saya terpikat ketika mendengar Rasulullah SAW. pernah membawakan doa itu. Saya terkagum-kagum makanya sering saya panjatkan doa itu," ujar dia.
Selain itu, Neno juga menepis tudingan bahwa dengan doa itu, ia menantang Tuhan. Sebab, kata dia, doa justru dipanjatkan untuk memasrahkan diri kepada Allah SWT dan berharap yang terbaik untuk kemaslahatan bangsa.