REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan Charles Honoris menilai penangkapan aktivis HAM Robertus Robet karena memplesetkan Mars TNI berlebihan. "Penangkapan terhadap Robertus Robet menurut saya berlebihan," kata Charles yang juga anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu di Jakarta, Kamis (7/3).
Apalagi, tambah Charles, Robertus Robet sudah menjelaskan bahwa lagu yang dinyanyikan bukan ditujukan kepada institusi TNI hari ini, melainkan kepada kebijakan rezim militer Suharto di masa yang lalu. "Setahu saya lagu tersebut kerap menghiasi demo-demo prodemokrasi di era transisi menuju demokrasi," ujar Charles.
Anggota Komisi I DPR RI itu mengakui wacana revisi UU TNI tentang penempatan perwira TNI di institusi nonmiliter memang memicu kekhawatiran di berbagai kalangan. "Masih banyak masyarakat yang trauma terhadap kebijakan dwifungsi ABRI di era otoriter pemerintahan Suharto sehingga wajar apabila ada penolakan terhadap wacana tersebut," ucap Charles.
Ia menilai penerapan Pasal 28 UU ITE terhadap kasus Robertus Robet tidak tepat karena tidak ada unsur kesengajaan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan. Konteksnya mengingatkan agar masa kelam rezim militer Orde Baru tidak terulang kembali.
Menurut dia, penerapan UU ITE jangan sampai memberangus kebebasan berekspresi dan kebebasan sipil. "Saya juga berharap semua pihak bisa melihat kasus ini secara objektif dalam kerangka menjaga nilai-nilai demokrasi. Jangan ada yang mengait-kaitkan dengan politik praktis atau pilpres," ujar Charles, berharap.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Dedi Prasetyo saat dihubungi, Kamis, menyatakan Robertus Robet diperbolehkan pulang setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum. "Hari ini saudara R setelah diperiksa, kemudian menjalani proses administrasi, menandatangani beberapa berita acara, saudara R dipulangkan oleh penyidik," katanya.
Robertus Robet ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri di kediamannya di Depok, Jawa Barat, pada Rabu (6/3) malam. Ia ditangkap karena memplesetkan Mars TNI saat berorasi dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Jakarta, 28 Februari 2019. Rekaman videonya kemudian beredar di media sosial.