REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, Muhammad Jufri, mengatakan pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, Senin (18/3). Fadli datang memenuhi panggilan Bawaslu terkait kasus dugaan pelanggaran saat memberikan orasi pada acara 'Munajat 212'.
Jufri mengatakan Bawaslu DKI JAkarta mengagendakan pemeriksaan Fadli pukul 11.00 WIB. Fadli pun sudah datang di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Sunter, Jakarta Utara .
"Benar Pak Fadli sudah hadir di Kantor Bawaslu DKI Jakarta. Sekarang sedang dilakukan konfirmasi (kepada Fadli Zon) oleh Sentra Gakkumdu DKI Jakarta," ujar Jufri ketika dikonfirmasi wartawan, Senin.
Dia melanjutkan, pemanggilan pada Senin merupakan yang ketiga kalinya dilakukan oleh Bawaslu. Sebelumnya, Fadli Zon dua kali absen dalam pemanggilan Bawaslu.
Sebelumnya, anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, Puadi, mengatakan pihaknya mengagendakan memeriksa Neno Warisman dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon pada Senin (11/3) lalu. Keduanya akan dimintai keterangan terkait aksinya pada saat pelaksanaan kegiatan 'Munajat 212'
Terkait agenda munajat tersebut, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta KH Munahar menegaskan, kegiatan sholawat, dzikir dan doa bersama yang digelar MUI DKI Jakarta bersama pengurus masjid, pimpinan majelis taklim, dan ormas Islam se-DKI Jakarta di Lapangan Monas, pada 21 Februari lalu tidak bermuatan politis. Namun acara ini mendapat protes dari sejumlah pihak.
Salah satunya adalah Juru Bicara TKN Jokowi-Ma’ruf Amin, Ace Hasan Syadzily, yang menilai acara tersebut dicederai dengan nuansa kampanye politik. Padahal, kata Ace, acara tersebut merupakan acara keagamaan yang tujuannya mulia.
“Sungguh mulia acara Munajat 212 tersebut. Namun, ternyata acara itu diciderai dengan nuansa kampanye. Hal itu dibuktikan dengan salam ‘dua jarinya’ Fadli Zon, orasinya Pak Zulkifli Hasan yang tendensius kampanye, Ijtima Ulama untuk pemilihan Presiden serta hadirnya tokoh2 yang mendukung Capres 02,” ujar Ace.
Menurut Ace, acara doa bersama tentu sangat positif walaupun nuansa politisnya sangat tak bisa dihindarkan karena memakai embel-embel angka itu. Namun, kata Ace, jika doa bersama itu ternyata dipergunakan sebagai momentum untuk menyampaikan pesan-pesan politik, itu berarti sudah keluar dari niat semula.
“Karena itu, dengan melihat nuansa acara itu patut diduga acara itu merupakan bagian dari politisasi agama dan kampanye politik. Apalagi penyelenggara acara tersebut merupakan tokoh-tokoh yang selama ini dikenal pendukung Capres tertentu,” ungkap Ace.