Selasa 19 Mar 2019 20:50 WIB

Houthi Ancam Serang Ibu Kota Saudi dan Uni Emirat Arab

Ancaman ini datang di tengah upaya PBB agar kesepakatan damai tercapai.

Rep: Puti Almas / Red: Nashih Nashrullah
[ilustrasi] Milis Houthi di Sana'a, Yaman.
Foto: EPA/Yahya Arhab
[ilustrasi] Milis Houthi di Sana'a, Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA — Pasukan Militer Houthi di Yaman memberi peringatan terhadap Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. 

Dalam sebuah pernyataan, kelompok tersebut mengatakan dapat melancarkan serangan di ibu kota masing-masing negara tersebut, yakni Riyadh dan Abu Dhabi.    

Baca Juga

Selama ini Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah memimpin koalisi militer untuk melawan Houthi di Yaman. 

Ancaman ini datang di tengah upaya PBB agar kesepakatan gencatan senjata dapat dilakukan di negara yang telah dilanda konflik selama empat tahun itu. 

“Kami memiliki foto-foto yang diambil dari udara, koordinat puluhan markas, fasilitas, dan pangkalan militer musuh,” ujar juru bicara milisi Houthi, Yahya Saree dilansir Alarabiya, Selasa (19/3)  

Saree juga mengatakan Houthi telah memproduksi pesawat perang yang lebih baru dan akan dioperasikan segera.  

Selama konflik di Yaman, milisi Houthi disebut telah menargetkan kota-kota di perbatasan Arab Saudi. 

Pihaknya juga mengklaim serangan pesawat tak berawak di dua bandara Uni Emirat, tepatnya di Ibu Kota Abu Dhabi dan Dubai. 

Yaman telah menjadi negara dengan krisis kemanusiaan terburuk di dunia dengan pertumpahan darah yang terjadi. 

Peristiwa ini dimulai ketika pasukan aliansi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan udara terhadap Houthi yang berupaya menguasi wilayah negara, termasuk Ibu Kota Sana'a.   

Arab Saudi dan sekutu militernya bergabung dalam perang Pemerintah Yaman melawan Houthi pada Maret 2015. 

Akibat konflik yang terjadi, lebih dari 10 ribu orang tewas dan kebanyakan adalah warga sipil.  

Kekacauan yang terjadi juga membuat penduduk Yaman dilanda kelaparan dan menderita berbagai penyakit dari wabah-wabah yang menular. Setidaknya puluhan ribu orang telah berjuang melawan penyakit kolera, difteri, serta malnutrisi. 

PBB melaporkan  22 juta penduduk Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan, termasuk 11,3 juta diantaranya membutuhkan perawatan medis sesegera mungkin.  

Dewan Keamanan PBB pada 13 Maret lalu telah membahas perjanjian gencatan senjata yang tidak berjalan antara Pemerintah Yaman dan Houthi. Perjanjian ini sebelumnya telah disepakati pada Desember tahun lalu di Swedia.

Dalam isi kesepakatan itu, gencatan senjata diserukan. Milisi diminta mundur, serta dilakukannya pemindahan timbal balik dari Hodeida. Dalam empat tahun terakhir, Hodeida telah dikuasai oleh Houthi. 

Meski pertempuran di Hodeida telah mereda, upaya pemindahan timbal balik terhenti dalam beberapa pekan terakhir. 

Utusan PBB  Martin Griffiths mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa dia masih berusaha untuk membuat hal ini terealisasi.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement