REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nawawi
Saat Nabi Muhammad SAW dewasa dan dipilih oleh Allah sebagai utusan-Nya, ternyata beliau sangat bangga dengan masa kecilnya, yakni kala menjadi penggembala kambing. Husain Haekal dalam bukunya Hayatu Muhammad (Kehidupan Muhammad) me nuliskan beliau bangga terhadap masa kecil nya dengan berkata, "Nabi-nabi yang diutus Allah itu penggembala kambing. Musa diutus, dia penggembala kambing, Daud diutus, dia penggembala kambing, aku diutus, juga penggembala kambing keluargaku di Ajyad."
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah bersabda, "Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi pun melainkan dirinya pasti pernah menggembala kambing." Maka para sahabat bertanya, "Apakah engkau juga wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Ya, Aku pernah menggembala kambing milik seorang penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath."
Fakta ini menunjukkan bahwa tidak boleh ada di antara umat Islam yang rapuh mentalnya karena lingkung an memandang pekerjaan nya tidak bergengsi, tidak dipandang masyarakat, dan lain sebagainya. Selagi pekerjaan itu halal, masuk kategori pekerjaan rendahan sekalipun, harus dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan kesyukuran.
Lihatlah bagaimana Nabi akhir zaman, penutup para Nabi berprofesi sebagai penggembala kambing. Padahal, Nabi Muhammad berasal dari keluarga bangsawan nan terhormat. Tetapi, demi mendapatkan nafkah bagi dirinya dan membantu keluarga pamannya yang miskin, Nabi Muhammad tidak malu menjalankan pekerjaan sebagai penggembala kambing.
Tidak itu saja, andai pun pekerjaan kita yang halal dan baik itu dipandang tidak me narik, tidak bergengsi, maka di sana ada banyak hikmah yang bisa dipetik. Ketika Nabi menjadi penggembala kambing secara langsung beliau belajar, bagaimana mengatur gembalaannya agar dapat makanan yang baik dalam jumlah yang cukup. Insting untuk mengarahkan ternak ke lahan yang subur terus terasah di sini.
Kemudian, menjadi penggembala telah melatih diri Nabi Muhammad memiliki sikap rendah hati. Secara psikologis, saat mental seseorang mampu bekerja di tempat yang paling rendah dalam pandangan manusia, ia pun akan mampu menempati posisi yang paling tinggi dengan kerendahhatian.
Lihatlah kemudian bagaimana hormat dan bangganya Nabi Muhammad kepada seorang yang bekerja sebagai pembelah batu. Begitu tinggi penghormatan beliau kepadanya, sampai-sampai beliau mencium tangan sang pembelah batu itu.
Ada kerendahhatian di dalam diri. Selanjutnya, akan hadir sifat berani, peduli, dan tanggung jawab. Jadi, bersemangatlah untuk hidup mandiri, berdaya, dan terhormat. Andai diri terbatas ilmu, jangan malu bekerja sebagai apa pun, asalkan halal dan tidak meninggalkan ibadah.