REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Paspor Inggris terbaru telah dikeluarkan tanpa menggunakan tulisan Uni Eropa pada bagian sampul. Hal itu terjadi, meski Brexit atau keluarnya Inggris dari organisasi supranasional Uni Eropa diputuskan ditunda.
Paspor terbaru Inggris dikeluarkan pada 30 Maret lalu, satu hari setelah tanggal seharusnya negara itu keluar dari Uni Eropa. Meski tak lagi ada lagi tulisan Uni Eropa, namun desain dan warna di paspor tersebut tetaplah sama dengan warna burgundi.
Beberapa warga Inggris masih mendapatkan versi lama paspor mereka. Diperkirakan, paspor versi lama itu akan diberikan hingga stok habis.
Tak sedikit warga Inggris yang menerima versi baru dari paspor tersebut terkejut. Sebelumnya, paspor versi baru Inggris direncanakan memiliki warna biru tua, seperti desain sebelum Inggris bergabung dengan Uni Eropa.
“Saya terkejut, Inggris masih menjadi anggota Uni Eropa dan sudah ada perubahan meski kami belum keluar. Ini adalah sesuatu yang saya yakini sia-sia,” ujar warga Inggris bernama Susan Hindle Barone dilansir BBC, Sabtu (6/4).
Susan menjadi salah satu warga yang menilai keluarnya Inggris dari Uni Eropa hanya akan memberikan kerugian bagi negara. Namun, perubahan dalam desain paspor itu diyakini membuktikan titik temu bagi para pendukung Brexit.
TRULY APPALLED. Picked up my new passport today - my old one expires in the next couple of months. See below: Spot the difference! pic.twitter.com/R7BW9lk6I5
— Susan Hindle Barone (@SpinHBarone) April 5, 2019
Keputusan menghapus tulisan Uni Eropa dari sampul paspor memberi harapan Inggris akan meninggalkan blok tersebut sesuai dengan waktu yang sudah direncanakan. Sebelumnya, mantan pemimpin UKIP, Nigel Farage mengatakan keputusan mengembalikan desain paspor dengan warna biru tua adalah sebagai bagian dari 'Brexmas'.
Kantor Urusan Dalam Negeri Inggris mengatakan penggunaan stok sisa paspor versi lama akan dilanjutkan hingga beberapa waktu ke depan. Tak ada perbedaan bagi warga yang menggunakan paspor versi lama dan baru.
“Kedua desain paspor akan tetap berlaku,” ujar keterangan Kantor Urusan Dalam Negeri Inggris.
Pada Jumat (5/4), Perdana Menteri Theresa May meminta proses Brexit diundur hingga 30 Juni mendatang. Namun, sejumlah pemimpin Uni Eropa merasa skeptis dan meminta alasan kuat terkait rencana penundaan tersebut.