REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kubah memang sangat populer pada era Umayyah. Bahkan, istana-istana khalifah di Suriah selalu dihiasi kubah yang disebut qubbat al-khadra (kubah surga).
Menjelang abad ke-12, desain kubah semakin berkembang, salah satunya muqarnas (kubah stalaktit) yang menonjolkan cerukan sebagai ciri khas. Salah satu bangunan yang menggunakan muqarnas adalah Istana Alhambra di Spanyol.
Di Mesir, sejak abad ke-10 dan seterusnya, kubah sering digunakan sebagai simbol untuk menandai makam (mausoleum) orang-orang penting. Seberapa tinggi, besar, dan elegannya kubah yang menghiasi sebuah makam menunjukkan strata sosial orang dimakamkan di tempat tersebut.
Sedangkan, di Iran kubah menjadi arsitektur paling populer di pertengahan abad ke- 11 dan 12. Kala itu, banyak masjid di sana yang menjadikan kubah sebagai ornamen utama.
Pada abad ke-13, desain kubah semakin variatif dan inovatif, salah satunya adalah desain Masjid Tilla-Kari di Samarkhan, Uzbe kistan yang memiliki kubah ganda menyerupai bentuk topi kepala koki atau disebut rib bed dome.
Jenis kubah ganda juga diabadikan dalam pembangunan monumen Taj Mahal di Agra, India pada 1632. Mughal adalah kesultanan di India yang paling banyak menerapkan kubah jenis ini pada masjid.
Di Anatolia atau biasa disebut Asia Kecil, yang sebelumnya dihuni masyarakat Yunani dan Romawi, hingga akhirnya mendeklarasi kan diri sebagai Bangsa Turki, kubah diba ngun sebagai penggabungan budaya Iran dan Yunani Bizantium.
Pada abad ke-14 hingga 15, mereka memperluas bangunan masjid dan menyatukannya dengan ruang yang tertutup oleh kubah. Pengakulturasian dua tradisi ini mencapai puncak kejayaan pada abad ke-16 di bawah Kesultanan Utsmani.
lSaat ini, banyak masjid yang memiliki desain kubah kontemporer dengan sentuhan artistik khas masa lalu. Misalnya, kubah Mas jid Jumeirah di Dubai yang menggabungkan unsur modern dengan desain khas Qaitbay di Kairo.