REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tanah Palestina adalah bumi para nabi. Peninggalan nilai-nilai Islam pun sangat melekat di salah satu kotanya, Gaza. Meski kaum Muslim di negara tersebut kini dalam kondisi terimpit oleh gerakan Zionisme, mereka yakin Islam telah merasuk ke dalam jiwa dan bakal terus menjadi nyala obor di Jalur Gaza.
Jalur Gaza atau sering disebut dengan Gaza adalah nama wilayah yang terletak di sebelah barat daya Palestina ‘48 (wilayah Palestina sebelum perang tahun 1948). Sebelah selatannya berbatasan dengan Mesir, sedangkan di sebelah barat, timur, dan utara berbatasan dengan wilayah Palestina ‘48.
Gaza merupakan wilayah yang bentuknya memanjang dan sempit. Panjang wilayahnya 45 kilometer (km), lebar 5,7 km di beberapa bagian dan 12 km di bagian yang lain—yang berbatasan dengan Mesir sehingga luas keseluruhan Jalur Gaza adalah 365 km persegi.
Bagi Muslimin, Gaza merupakan negeri yang bersejarah, negeri perjuangan dan negeri syuhada. Pasalnya, banyak rakyat Gaza yang syahid di jalan Allah. Mulai dari bayi, anakanak, remaja, hingga nenek-nenek dan kakekkakek yang dibunuh tentara Zionis Israel.
Gaza akan selalu diingat dan dikenang, khususnya bagi mereka yang mencintai keluarga Rasulullah SAW. Begitu pula bagi mereka yang menjadi pengikut mazhab Imam Syafi’i serta mujahid penerus perjuangan Imam Hasan Al Banna dengan gerakannya yang terkenal, Al Ikhwan Al Muslimin.
Kota ini juga menyimpan sejumlah situs yang berkaitan dengan Rasulullah SAW. Seperti kisah kakek Rasulullah SAW, Abdul Muthalib, yang wafat dan dikubur di Gaza. Alkisah lainnya, Nabi Ibrahim, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Zakariya, Nabi Yahya, dan Nabi Isa, semuanya pernah menetap di bumi Palestina pula.
Peninggalan Muslim lainnya adalah Masjid Al-Aqsha. Masjid ini dibangun setelah Masjidil Haram di Makkah dengan rentang waktu 40 tahun. Seperti yang terpampang saat pameran di Museum Seni dan Sejarah di Jenewa, Swiss, medio 2007.
Ratusan benda antik dan bersejarah koleksi Departemen Benda Kuno Palestina serta koleksi seorang pengusaha dari Gaza, Jawdat Khoudary, membuka mata penikmat sejarah dunia. Perpaduan desain dari benda tadi menunjukkan bersatunya Islam dan Kristen pada masa lampau.