REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah di perdagangan spot pada Senin (29/4) berada di Rp 14.190 per dolar AS. Kurs rupiah ini menguat tipis 0,06 persen dibanding penutupan pada Jumat (26/4) yang sebesar Rp 14.199 per dolar AS.
Sementara mata uang Asia lainnnya bergerak variatif di tengah sentimen atas pengumuman pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan juga proses negosiasi damai konflik dagang negara AS dan China.
Kurs Peso Filipina tercatat menguat 0,02 persen terhadap greenback dolar AS, kemudian baht Thailand juga melawan dolar AS hingga 0,07 persen. Namun mata uang kuat Asian seperti yen Jepang terkoreksi sebesar 0,03 persen dan juga Yuan China yang melemah tipis sebesar tiga basis poin.
Kepala Riset Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih di Jakarta, Senin (29/4), mengatakan masih terdapat potensi tekanan terhadap rupiah, terutama karena katalis dari pergerakkan mata uang utama Asia. Dia memperkirakan rupiah akan bergerak di Rp 14.120-Rp 14.130 per dolar AS pada Senin ini.
"Mata uang kuat Asia yen Jepang dan dolar Singapura dibuka melemah terhadap dolar AS pagi ini yang bisa menjadi sentimen pelemahan rupiah hari ini," ujarnya.
Ia mengatakan sentimen positif dan juga katalis bakal memberikan tekanan yang akan mempengaruhi pergerakkan rupiah hari ini. Dirangkum Antara, pergerakan bursa saham Asia tercatat hijau, yang mengindikasikan indeks bursa di Asia akan cenderung naik terbawa sentimen naiknya indeks di hampir semua bursa global.
Pelaku pasar juga tampaknya tidak akan sulit menerka laju kenaikan suku bunga AS, setelah pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I 2019 diumumkan sebesar 3,2 persen atau lebih tinggi dari ekspektasi 2,2 persen. Namun inflasi inti AS mencatat pelemahan dari 1,8 persen secara tahunan di kuartal IV 2018 menjadi 1,3 persen secara tahunan di kuartal I 2019.
Seperti lazimnya bank sentral, inflasi akan menjadi rujukan atau sasaran utama Federal Reserve (Fed) dalam menentukan kebijakan suku bunga terbaru yang akan diputuskan pada pekan ini. Dengan inflasi inti yang masih tertekan, tampaknya pelaku pasar masih bertahan dengan skenario bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat, bahkan dalam dua tahun ke depan.
Kemudian dari sisi domestik, Bank Indonesia (BI) sudah mengumumkan bahwa Neraca Pembayaran Indonesia akan surplus di kuartal I 2019, namun tidak akan lebih baik dibanding surplus kuartal IV 2018.
Surplus pada kuartal pertama tahun ini juga karena defisit transaksi berjalan yang terobati setelah pada kuartal IV 2018 defisit melebar hingga 3,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).