REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat (17/5) pagi melemah pascakeputusan Bank Indonesia menahan suku bunga acuannya di level enam persen. Rupiah melemah 13 poin atau 0,09 persen menjadi Rp 14.465 per dolar AS, dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.452 per dolar AS.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih di Jakarta, Jumat (17/5), mengatakan, saat ini mulai berkembang spekulasi BI akan menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang akan tertekan karena defisit neraca perdagangan yang melebar.
"Namun, menurunkan suku bunga bukan kebijakan yang efektif untuk mengurangi defisit. Kami perkirakan BI belum mengubah stance kebijakan suku bunganya dalam waktu dekat," ujar Lana.
Dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI Kamis (16/5), bank sentral menilai suku bunga acuan saat ini masih mampu mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang kembali meningkat.
Dari eksternal, China mulai membalas tekanan dagang dari AS dengan menjual obligasi AS yang dimiliki oleh Negeri Tirai Bambu tersebut. "Antisipasi terhadap konflik dagang yang menguat telah dilakukan China dengan mulai mengurangi posisinya pada obligasi pemerintah AS pada Maret 2019 lalu," kata Lana.
Kepemilikan China pada obligasi Pemerintah AS atau US Treasury Bonds (USTB) turun menjadi 1,12 triliun dolar AS pada Maret 2019, terendah sejak Mei 2017.
Posisi China tersebut tercatat sebesar 32 persen dari total kepemilikan asing pada USTB dari negara-negara Asia, dan 17,3 persen dari total kepemilikan asing pada USTB yang sebesar 6,47 triliun dolar AS.
Lana memprediksi, pada hari ini rupiah masih akan dalam penjagaan BI di kisaran Rp14.430 per dolar AS sampai Rp14.450 per dolar AS.