REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga swadaya masyarakat bidang ketenagakerjaan Labor Institute Indonesia menyebut beberapa modus perusahaan untuk menghindari kewajiban membayar tunjangan hari raya (THR), salah satunya melakukan pemutusan hubungan kerja.
"Modus lain adalah melakukan penghentian sementara produksi, kemudian merumahkan para pekerja. Lalu mengontrak pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu yang masanya berlakunya habis tiga minggu sebelum Idul Fitri," kata Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga di Jakarta, Jumat (24/5).
Labor Institute memperkirakan di antara perusahaan industri manufaktur yang tersebar di kawasan Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Depok (Jabotabeka) ada yang menggunakan cara-cara itu untuk menghindari kewajiban membayar THR.
Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan, perusahaan wajib memberikan THR dan buruh atau pekerja berhak menerima THR.
Ketentuan itu menyebutkan bahwa perusahaan wajib memberikan THR kepada pekerjanya paling lambat tujuh hari menjelang Lebaran. Pekerja dengan masa kerjanya satu bulan lebih sudah berhak mendapat THR tersebut.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri juga telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 2 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya.
"Labor Institute Indonesia mendesak peran Dinas Tenaga Kerja kota/kabupaten di kawasan industri harus proaktif melakukan pemantauan, pengawasan dan penegakan hukum bagi pengusaha yang bandel tidak membayar THR," kata Andy.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administrasi sudah dengan jelas mengatur pengenaan sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan, dari sanksi berupa teguran tertulis, pembatasan gerak usaha, sampai penutupan usaha.
"Kami mengimbau agar perusahaan-perusahaan taat hukum dalam membayarkan THR agar proses persiapan mudik Lebaran 2019 dapat berjalan dengan lancar dan para buruh dapat menikmati Lebarannya di kampung halaman," ujarnya.