REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PDIP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, kalah atau menang dalam pemilu bukanlah akhir dari segalanya. Sekjen partai berlogo banteng ini mengatakan, kalah atau menang pemilu sama-sama memikul tanggung jawab besar bagi bangsa negara.
"Yang menang harus menggunakan kemenangan itu untuk kepentingan bangsa dan negara untuk rakyat. Yang kalah bisa memperbaiki diri," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menggelar diskusi peringatan Nuzulul Quran bertema 'Pesan Perdamaian dalam Alquran' di Jakarta, Ahad (26/5).
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) itu mengungkapkan, kubu yang kalah memiliki waktu untuk berbenah sebelum dimulai kembali kompetisi lima tahun berikutnya. Dia mengatakan, hal itu serupa dengan yang dilakukan PDIP saat berada di luar kekuasaan usai kalah dalam pemilu 2004 lalu.
Saat itu, Hasto mengungkapkan, PDIP kalah dua kali kalah dalam pemilu. Dia melanjutkan, kekalahan terebut membuat partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu tidak ikut dalam pemerintahan aktif.
Menurut Hasto, kondisi partai saat itu mirip dengan situasi politik saat ini. Dia mengatakan, mengajak semua pihak sebagai warga bangsa mengedepankan pesan perdamaian dan kamanusiaan.
"Terlebih saat ini di mana masih ada pertentangan satu sama lain, padahal pemilu sudah selesai," kata Hasto lagi.
Dia meminta semua pihak untuk tidak mengorbankan persatuan Indonesia hanya karena ambisi kekuasaan. Menurutnya, benturan aparat dengan warga seharusnya tidak perlu terjadi. Dia mengatakan, konflik yang terjadi hanya akan mengorbankan bangsa Indonesia sendiri.
Hasto menyebutkan tema diskusi sengaja diambil karena kontekstual dengan situasi saat ini. Bagi dia, setiap warga seharusnya mengedepankan pesan perdamaian dan kemanusiaan.
Hasil rekapitulasi KPU mendapati pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mengantongi suara terbanyak dalam pemilu 2019. Paslon 01 unggul dengan perolehan 55,5 persen berbanding 45,5 persen suara bagi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kubu 02 lantas menolak hasil tersebut dan mengadakan aksi massa di depan gedung Bawaslu. Sayangnya, demonstrasi yang dilakukan pada 22 Mei itu berlangsung ricuh hingga timbul korban jiwa.