Kamis 30 May 2019 00:52 WIB

Indikasi Kerusuhan Aksi 22 Mei Menurut Mantan Kepala Bais

Indikasi kerusuhan sudah dimulai pascapencoblosan pada 17 April 2019.

Aksi 22 Mei. Sejumlah massa membakar ban di tengah jalan Kemanggisan Utama, Slipi Jaya, Jakarta, Kamis (23/5).
Foto: Fakhri Hermansyah
Aksi 22 Mei. Sejumlah massa membakar ban di tengah jalan Kemanggisan Utama, Slipi Jaya, Jakarta, Kamis (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto mengatakan, kerusuhan pada aksi 21-22 Mei 2019 tidak muncul begitu saja. Menurutnya, awal dari indikasi rangkaian kerusuhan sudah terlihat dari pascapencoblosan pada 17 April 2019.

"Dia (kericuhan) pasti berawal dari 17 April, setelah ada quick count, dari situ kan pemanasan sudah mulai, (ada seruan) ''mari kita langgar aturan''. Muncul Pak Amien Rais ''mari kita muncul ke jalan''," ujar Soleman dalam diskusi bertajuk "Menguak Dalang Makar 22 Mei" di Kantor DPP PSI, Jakarta, Rabu (29/5).

Seruan itu, lanjut Soleman, bisa dikelompokkan menjadi tiga jenis. Pertama adalah klaim kemenangan oleh Prabowo-Sandi. Kedua, sikap tidak mau menempuh jalur Mahkamah Konstitusi (MK). Ketiga, seruan rencana demonstrasi di jalan.

"Seruan-seruan seperti ini ke bawah akan diterjemahkan macam-macam, salah satunya seperti itu (kericuhan)," ujarnya.

"Pada dasarnya, yang di atas ini tidak menghendaki untuk mengikuti peraturan-peraturan yang ada. Yang di bawah kan langsung melakukan pelanggaran hukum, bakar sana bakar ini," tambah Soleman.

Namun demikian, lanjut Soleman, masih harus dibutikan apakah seruan-seruan dari Prabowo, Amien Rais, dan tokoh-tokoh lainnya terkait langsung dengan kerusuhan yang terjadi di lapangan. "Apakah seruan ini betul-betul ada hubungan langsung dengan yang di bawah. Ini yang harus dibuktikan," ujar Soleman.

Selain itu, menurut Soleman, adanya seruan itu juga membuka peluang bagi mereka yang berniat membonceng demonstrasi untuk menciptakan kerusuhan. Mereka sudah berhitung apa yang dia dapatkan dari aksi massa tersebut. Dia menyebut pembonceng itu antara lain HTI dan Garis.

"Apakah pembonceng-pemboceng ini nanti akan punya acara sendiri atau dia yang akan diacarakan, itu kan pembuktian (di kepolisian) nanti," ujarnya.

Soleman mengatakan, untuk menemukan dalang kericuhan 21-22 Mei 2019 haruslah berdasar fakta-fakta hukum. Namun, menurutnya, ada indikasi-indikasi tentang siapa yang harus bertanggung jawab atas kericuhan tersebut.

"Indikasi kan jelas, bahwa dari awal sudah ada seruan mari kita langgar aturan. (Seruan) dari Pak Prabowo ada, dari Pak Amin Rais ada. Ini kan sangat mungkin diikuti oleh yang bawah, ''ayo kita langgar aja ramai-ramai''," kata Soleman.

Namun, kata Soleman, untuk menentukan dalang kericuhan tidak bisa dari indikasi, melainkan harus ditemukan lewat penyidikan dari bawah. "Kalau indikasi tidak bisa, nanti salah. Kita tidak bisa memutuskan bahwa dalangnya ini dari indikasi, tidak bisa," ujarnya.

"Indikasi-indikasi itu mempermudah aparat penegak hukum untuk membuat keputusan. Dalang itu akan terkuak setelah polisi mendapat fakta yang cukup, pengakuan-pengakuan dari orang, baru ketemu dalangnya," tambah Soleman.

Sejauh ini, kata Soleman, kepolisian sudah mengantongi bukti-bukti di lapangan, seperti siapa yang membayar massa, dari mana massa didatangkan, sumber dan jenis senjata yang diselundupkan. "Tinggal (penyidikan) polisi naik ke atas dengan fakta-fakta yang sudah ditemukan," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement