Senin 10 Jun 2019 11:35 WIB

Cina Tuding Protes Aturan Ekstradisi Hong Kong Dihasut Asing

Protes Anti-Ekstradisi di Hong Kong sempat diwarnai bentrokan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Ribuan orang berkumpul di Hong Kong memprotes hukum ekstradisi yang diusulkan, Ahad (9/6).
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Ribuan orang berkumpul di Hong Kong memprotes hukum ekstradisi yang diusulkan, Ahad (9/6).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Media pemerintah Cina menyebut, aksi protes di Hong Kong telah didukung oleh kubu oposisi dan sekutu asing. Editorial surat kabar pemerintah, China Daily menuding, warga Hong Kong telah ditipu oleh kubu oposisi dan sekutu asing untuk mendukung kampanye anti-ekstradisi. 

"Setiap orang yang berpikiran adil akan mendukung RUU (ekstradisi) untuk menutup celah hukum, dan mencegah Hong Kong menjadi surga bagi para penjahat," ujar China Daily dalam editorialnya, seperti dilansir BBC, Senin (10/6). 

Baca Juga

RUU ekstradisi tersebut dibuat setelah seorang pria Hong Kong berusia 19 tahun diduga membunuh pacarnya yang berusia 20 tahun, saat mereka berlibur bersama di Taiwan pada Februari lalu. Pria itu melarikan diri dari Taiwan, dan kembali ke Hong Kong pada tahun lalu. 

Para pejabat Taiwan telah meminta bantuan dari otoritas Hong Kong untuk mengekstradisi pria tersebut. Namun, pejabat Hong Kong menyatakan, mereka tidak dapat melakukannya karena tidak ada perjanjian ekstradisi dengan Taiwan. 

Di sisi lain, pemerintah Taiwan menyatakan tidak akan mengekstradisi tersangka pembunuhan di bawah perubahan yang diusulkan. Mereka mendesak Hong Kong untuk menangani kasus ini secara terpisah. 

Aksi protes di Hong Kong pada Sabtu (9/6) lalu memberikan tekanan kepada Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam dan pendukung resminya di Beijing. Diperkirakan aksi protes kali ini jumlahnya melampaui aksi pada 2003 yakni 500 ribu orang. 

"Dia (Lam) harus menarik RUU dan mengundurkan diri. Seluruh Hong Kong menentang dia," kata anggota parlemen veteran Partai Demokrat James To kepada kerumunan di luar parlemen kota dan markas pemerintah pada Ahad malam.

Aksi protes berubah menjadi kekerasan pada Senin dini hari, ketika para pengunjuk rasa bentrok dengan sejumlah polisi di luar gedung parlemen. Para pengunjuk rasa memaksa masuk ke gedung Dewan Legislatif, sehingga polisi harus menembakkan semprotan merica sebagai peringatan. Namun, kekacauan tersebut akhirnya dapat diredakan.

Para pejabat Amerika Serikat (AS) dan Eropa telah mengeluarkan peringatan resmi. Bisnis internasional dan kelompok hak asasi manusia khawatir, perubahan RUU itu akan merusak aturan hukum di Hong Kong. 

Hong Kong merupakan bekas jajahan Inggris yang diserahkan kembali ke pemerintahan Cina pada 1997, dan memiliki prinsip 'satu negara, dua sistem'. Hong Kong memiliki undang-undang sendiri, dan penduduknya menikmati kebebasan sipil.

Hong Kong telah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan 20 negara, termasuk Inggris dan AS. Tetapi tidak ada perjanjian ekstadisi yang telah dicapai dengan Cina daratan, meskipun negosiasi sedang berlangsung dalam dua dekade terakhir. Para pengkritik mengaitkan kegagalan tersebut dengan perlindungan hukum yang buruk bagi para terdakwa berdasarkan hukum Cina. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement