REPUBLIKA.CO.ID, JUBA -- Juru bicara World Food Programe/Program Pangan Dunia (WFP), Herve Verhoosel memperingatkan bencana pangan di Sudan Selatan. Kekurangan pangan di Sudan belum dapat disebut sebagai kelaparan. Pasalnya terdapat beberapa kriteria khusus untuk mengkategorikan hal itu.
“Kita tidak bisa menyimpulkannya sebagai kelaparan. Kendati demikian, mereka hidup dalam kondisi yang setara dengan kelaparan. Terlebih jika terdapat lebih banyak kasus," kata Herve Verhoosel sebagaimana dilansir UN News, Jumat (14/6).
Berdasarkan laporan pangan, ia memperkirakan, setidaknya 21 ribu masyarakat Sudan Selatan terancam kekurangan pangan. Hal itu terjadi di tengah musim hujan.
Lebih dari 1,8 juta masyarakat disiapkan untuk menghadapi kekurangan pangan tersebut. Sementara itu, lima juta lainnya diperkirakan terkena dampak krisis pangan tersebut.
Pernyataan tersebut dikeluarkan untuk memperbarui prakiraan yang dikeluarkan pada Januari lalu. WFP menyatakan, data terbaru mereka menyebutkan, 81 ribu orang terancam kekurangan pangan akut. Khususnya di wilayah Jonglei, Lakes, dan Unity States.
Verhoosel menyebutkan, dalam catatan WFP, harga bahan pangan dan bahan bakar di Sudan Selatan mengalami lonjakan. Sementara persedian pangan di pasar lokal telah menipis.
Oleh karena itu, WFP berupaya memberikan bantuan kepada 2,7 juta masyarakat Sudan Selatan. Namun, angka bantuan tersebut akan dinaikkan hingga 5,1 juta pada Desember mendatang. Bantuan yang diberikan menggunakan berupa bahan makanan dan uang tunai.
Untuk pertama kalinya, menjelang musim hujan, WFP menyiapkan 173 ribu ton makanan di 60 area. Jumlah tersebut meningkat sekitar 66 ribu ton dibandingkan persediaan yang disiapkan pada tahun lalu.
Selanjutnya, Verhoosel menegaskan, bantuan tersebut ditujukan untuk menyelamatkan nyawa banyak orang. Selain itu, metode tersebut juga memangkas biaya pengiriman. Pasalnya saat musim hujan, banyak daerah tidak dapat diakses melalui darat. Sehingga pengiriman bantuan harus menggunakan jalur udara.
Ia menekankan, bantuan tersebut ditujukan untuk menyelamatkan nyawa dan peningkatan produksi pertanian. "Keberhasilan program tersebut bergantung pada perjanjian damai dan stabilitas politik di Sudan Selatan," ujarnya.