Senin 17 Jun 2019 12:29 WIB

Jangan Menuhankan Uang

Uang bukan segala-galanya, jangan sampai melalaikan kita dari mengingat Allah

Uang sebagai harta benda(ilustrasi).
Foto: 123rf.com
Uang sebagai harta benda(ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Nurul Fikri     

Di antara tabiat dasar manusia adalah suka pada harta benda (materi). Tidak pernah bosan-bosannya materi dicari dan diburu hingga kadang kelewat batas dan menerjang rambu-rambu larangan yang seharusnya dihindari.

Baca Juga

Tujuan hidup manusia pun kadang secara perlahan-lahan berubah haluan, yakni menjadi pemburu materi tanpa tahu harus diapakan materi yang telah didapatnya itu.

Salah satu bentuk harta benda (materi) yang diburu itu adalah uang. Demi mendapatkannya, manusia dengan sukarela memeras keringat dan banting tulang.

Pergi pagi pulang malam. Kadang, makan dan tidur, apalagi ibadah pun tak sempat. Demi uang, segala upaya dilakukan, dari mulai yang halal, syubhat (tak jelas halal-haramnya), hingga yang haram. Dan, tidak sedikit manusia yang terjerumus ke dalam cara-cara yang syubhat, penuh keraguan, dan haram demi mendapatkan uang.

Uang memang telah menjadi kebutuhan primer sehari-hari manusia. Denyut hidup manusia nyaris selalu beriringan dengan keberadaan uang. Bagaikan air, uang mengalir dari pagi, siang, sore, malam, hingga pagi lagi.

Tanpa uang, manusia akan kesulitan menghadapi hidup. Apalagi, ketika manusia yang tak beruang itu juga menanggung beban hidup manusia lain (keluarga). Beban kian berat manakala kebutuhan sehari-hari naik harganya, yang sudah tentu, itu memerlukan uang yang juga bertambah.

Rasulullah SAW bersabda, ''Merugilah budak dinar, dirham, dan qathifah (pakaian). Jika diberi ia rida, jika tidak diberi ia tidak rida.'' (HR Bukhari dari Abu Hurairah).

Pada hadis di atas, Rasulullah SAW mengingatkan manusia yang menuhankan uang (dinar dan dirham) akan merugi, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat.

Pertama, karena manusia seperti ini akan tersibukkan oleh urusan uang, sehingga melalaikan kewajibannya terhadap Allah SWT.

Kedua, karena manusia seperti ini buta mata dan hati, sehingga tidak bisa membedakan jalan yang halal dan haram dalam mencari uang.

Ketiga, karena tujuan hidup manusia yang hakikatnya adalah akhirat, berubah menjadi semata-mata dunia, sehingga akhirat terlupakan.

Semoga Allah SWT menjaga kita agar tidak terjerumus menjadi manusia yang menuhankan uang dan menganggap uang adalah segala-galanya.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement