Senin 17 Jun 2019 14:30 WIB

Kehidupan dan Kematian

Merenungi kematian berarti meluruskan niat agar kehidupan dilalui secara takwa

Kematian (ilustrasi)
Foto: Dailymail.co.uk
Kematian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: La Ode Ahmad     

Kehidupan dan kematian adalah dua peristiwa alamiah yang terjadi pada setiap makhluk. Ada saatnya bagi suatu makhluk untuk menikmati kehidupan sebagaimana ada waktunya untuk merasakan kematian.

Baca Juga

Mengapa harus ada kehidupan dan kematian? Ini merupakan pertanyaan mendasar, dan jawabannya akan sangat menentukan kualitas kehidupan sekaligus kematian seseorang. Jawaban yang serampangan terhadap pertanyaan mendasar itu akan mencerminkan kehidupan yang serampangan pula, dan atau kematian yang konyol.

Mahasuci Allah yang menjadikan kehidupan dan kematian sebagai sarana untuk menguji siapa yang terbaik amalnya di antara manusia (QS 67: 2). "Liyabluwakum ayyukum ahsanu 'amala" (untuk memberi ujian siapa yang amalnya paling baik di antara kamu).

Mengapa bukan "aktsaru 'amala" (terbanyak amalnya), tetapi "ahsanu 'amala" (terbaik amalnya)?

Kuantitas berpengaruh hanya jika variabel-variabel substansinya memenuhi syarat-syarat kualitas. Orang yang menyumbang satu juta rupiah dengan niat ikhlas semata-mata mengharapkan ridha Allah, lebih berkualitas dibanding menyumbang sepuluh kali lipat dari itu tetapi tanpa keikhlasan.

Ketika diberikan dengan kualitas keikhlasan yang sama, maka sumbangan yang terbanyak sekaligus menjadi sumbangan yang terbaik. Maka, sekali lagi, faktor determinan utama dalam siklus kehidupan dan kematian seseorang terletak pada parameter siapa yang ahsanu 'amala (terbaik amalnya), bukan siapa yang aktsaru 'amala (terbanyak amalnya).

Orang yang berumur 100 tahun belum tentu lebih baik dari yang berumur 60 tahun. Doa mohon diberi umur panjang pada setiap pesta ulang tahun boleh dikata merupakan doa yang paling laris, dan ini sekaligus menunjukkan betapa sering kita terjebak dalam perangkap gelap kuantitas. Ironisnya, salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan merujuk pula pada umur harapan hidup, yang berarti menonjolkan kuantitas hidup.

Hidup dalam perangkap kuantitas akan selalu memandang kematian sebagai sesuatu yang menyedihkan. Padahal, kata-kata bijak menyatakan, jangan pernah bersedih karena kematian, akan tetapi bersedihlah karena belum punya bekal menuju kematian.

Usia manusia sepenuhnya urusan Allah. Urusan profesi kedokteran, misalnya, bukan untuk memperpanjang usia, apalagi memperpendek. Profesi kedokteran tugasnya adalah mempersembahkan ikhtiar-ikhtiar medik terbaik bagi manusia. Setelah ikhtiar-ikhtiar medik terbaik dipersembahkan, maka usia manusia, apakah panjang atau pendek, biarlah Allah yang mengaturnya. Di akhirat, Allah tidak akan pernah mempersoalkan berapa umur Si Fulan, juga Allah tidak akan menetapkan kriteria kemuliaan seseorang berdasarkan umur.

Saatnya kita kembali kepada hakikat kehidupan dan kematian sebagai sebuah skenario dari Allah untuk menguji siapa yang terbaik amalnya, dan siapa yang terbaik ikhtiarnya. Hanya dari hakikat ini kita bisa berbicara tentang kehidupan yang terpuji dan atau kematian yang terhormat. Wallahua'lam.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement