REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim kuasa hukum Novel Baswedan, Arif Maulana mengungkapkan materi pemeriksaan Tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Diketahui, penyidik Polda Metro Jaya dan TGPF memeriksa Novel di kantor KPK, Kamis (19/6).
Kepada awak media, Arif mengatakan ada sekitar 20 pertanyaan yamg diajukan kepada penyidik senior di KPK tersebut. Dari beberapa pertanyaan, salah satunya terkait dengan perkara yang ditangani Novel sebelum peristiwa terjadi, termasuk penanganan kasus korupsi proyek KTP-elektronik.
"Tadi ditanyakan kasus apa saja yang kemudian ditangani oleh mas Novel sebelum peristiwa penyerangan. Yang itu dikaitkan dengan berbagai penyerangan yang terjadi terhadap para pegawai KPK. Ada juga pertanyaan menarik dari tim terkait dengan kasus KTP-el dan juga kasus penangkapan kasus rencana OTT dari tim KPK terhadap pada saat itu pengusaha yang berkaitan dengan reklamasi itu ditanyakan secara khusus oleh tim," terang Arif di Gedung KPK Jakarta, Kamis (20/6).
Selain itu, materi lain yang ditanyakan ihwal rekaman CCTV dan alat bukti seperti gelas dan sidik jari dan juga tempat air minum. "Juga ditanyakan soal tadi sell tower dump, soal informasi mengenai nomor-nomor yang diperoleh pada saat itu oleh penyidik dan juga bagaimana empat orag yang didudga saat itu sebagai tersangka dan juga dua orang eksekutor itu diiedentifikasi," terangnya.
Penyidik dan TGPF, tambah dia, juga menyinggung ihwal keterlibatan anggota kepolisian. "Ada pertanyaan yang diajukan oleh salah satu anggota tim kepada mas Novel, menyebutkan nama salah satu anggota kepolisian yang berkaitan dengan kasus penggagalan OTT KPK di kasus reklamasi," ujarnya.
Namun, Arif enggan menyebut nama petinggi kepolisian tersebut. Ia hanya mengatakan, jenderal polisi ini diduga turut andil dalam penggagalan operasi tangkap tangan (OTT) KPK dalam kasus reklamasi yang melibatkan Mohamad Sanusi pada April 2016.
Sanusi saat itu menjabat Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI. Ia menerima suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja serta Trinanda Prihantoro selaku personal assistant di PT Agung Podomoro Land. Suap terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Sementara Novel mengaku enggan menjawab pertanyaan tersebut lantaran seharusnya tim fokus mengungkap pelaku lapangan, sehingga tak mengejar motif teror yang dialaminya. Menurutnya pengungkapan nama jenderal polisi ini justru membuat pengusutan perkara penyiraman air keras jadi rumit.
"Kalau saya sampaikan bukti soal motif, apakah itu bisa membuktikan pelaku lapangan? Jawabannya pasti tidak," kata Novel. Menurut Novel ihwal bukti-bukti keterlibatan jenderal polisi di balik teror penyiraman air keras pun bila diungkapkan justru akan membantu pelaku untuk melakukan pembantahan lantaran sampai saat ini pelaku belum ditangkap.