REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and FInance (Indef) Ahmad Tauhid menilai, rencana pemerintah menurunkan pajak penghasilan (PPh) Pasal 25/29 badan dari 25 persen menjadi 20 persen memberikan dampak potensi kehilangan penerimaan pajak. Kehilangan tersebut dapat mencapai Rp 53,16 triliun.
Perhitungan tersebut didapatkan dari selisih antara proyeksi penerimaan perpajakan sebelum dengan setelah penurunan diterapkan. Tanpa penurunan tarif, penerimaan PPh badan sebesar Rp 265,78 triliun.
"Kalau diturunkan sebesar 20 persen, maka penerimaannya menjadi Rp 212,63 triliun," ujar Tauhid dalam diskusi online yang dilakukan Indef, Ahad (23/6).
Tauhid menambahkan, perhitungan tersebut dengan catatan bahwa PPh badan dikenakan tanpa memperhitungkan insentif fiskal lainnya. Artinya, pemerintah akan mengalami shortfall penerimaan pajak yang sangat besar tiga kali.
Pertama, sebagai akibat asumsi pertumbuhan ekonomi yang meleset dibawah 5,3 persen, dimana Tauhid memperkirakan sebesar 5,1 persen pada tahun 2019. Kedua, target penerimaan pajak yang realisasinya diperkirakan hanya sebesar 93 persen.
Ketiga, adanya pengurangan PPh badan dengan implikasi pengurangan penerimaan pajak yang diperkirakan mencapai Rp 53,16 triliun itu.
Apabila kebijakan penurunan PPh Badan tetap diterapkan awal bulan Juli 2019, maka dikhawatirkan akan membuat defisit semakin membesar. Setidaknya, Tauhid memperkirakan, perhitungan terbesar akan mencapai minus Rp 349,16 triliun atau sebesar 2,12 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Tauhid menekankan, pemerintah perlu kecermatan dan perlu pembahasan dengan legislatif apabila kebijakan PPh Badan memang akan ditetapkan tahun 2019. Bisa saja hal ini tidak akan terjadi apabila terjadi penghematan atau efisiensi belanja pemerintah.
"Namun, tanpa perhitungan yang matang maka lagi-lagi banyak program di tahun 2019 tidak akan berjalan sempurna," ucapnya.
Untuk mengkompensasi adanya potensi kehilangan penerimaan PPh badan, Tauhid menjelaskan, pemerintah dapat melakukan dua cara. Pertama, harus mengoptimalisasi PPh minyak dan gas bumi, mengingat terdapat kecenderungan kenaikan harga minyak akibat krisis di Timur Tengah. Diperkirakan, nilai PPh minyak dan gas bumi mencapai Rp 76,47 triliun pada tahun 2019.
Selain itu, penguatan basis pajak untuk pajak penghasilan PPh 21 yang diperkirakan sebesar Rp 159 triliun pada tahun 2019. Tapi, sumber lain yang tak kalah penting lainnya yakni optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang sebesar Rp 378 triliun.
"Ini artinya, kita perlu mencapai target di atas 97 persen dari penerimaan negara pada tahun 2019 mendatang," ujar Tauhid.