REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Aktivis HAM Rohingya mengkritik deklarasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pada Ahad kemarin karena tidak ada penetapan batas waktu atas penyelesaian krisis kemanusiaan Muslim Rohingya. Mereka mendesak kelompok pemimpin Asia Tenggara untuk menetapkan batas waktu bagi Myanmar untuk menyelesaikan krisis pengungsi.
"Batas waktu itu paling penting dalam menyelesaikan krisis Rohingya karena pemerintah Myanmar terkenal dengan tipu muslihatnya dan tidak menaati komitmen. Kami ingin ASEAN lebih konkret dengan batas waktu," kata Ketua Dewan Rohingya Eropa, Hla Kyaw, kepada kantor berita Turki, Anadolu Agency, Senin (24/6).
Kyaw mengaku tidak puas dengan deklarasi KTT ASEAN karena tidak mencantumkan tindakan konkret. Namun, Imtiaz Ahmed, seorang profesor di Universitas Dhaka, yang telah menulis buku tentang Rohingya, mengatakan, deklarasi ASEAN akan memberikan tekanan ekstra pada Myanmar pada masalah pemulangan Rohingya.
"Setelah deklarasi ini, sekarang kami berharap bahwa undang-undang baru akan diberlakukan oleh pemerintah Myanmar yang mengubah (Undang-Undang Kewarganegaraan 1982 yang kontroversial) lama sehingga orang-orang Rohingya mendapatkan kepercayaan tentang keselamatan dan martabat mereka setelah dipulangkan," ujarnya.
Ahmed mengatakan, Myanmar harus segera memberikan hak kewarganegaraan kepada orang-orang Rohingya yang masih tinggal di lingkungan terbatas terutama di Rakhine sehingga mereka yang telah bermigrasi, dapat didorong untuk kembali. Apalagi, Ahmed mengungkapkan, para anggota ASEAN, terutama Indonesia, Malaysia, Singapura, dan bahkan Brunei, telah menyatakan dukungannya terhadap pemulangan kembali Rohingya yang damai.
Deklarasi KTT ASEAN ke-34 yang diadakan pada 20-23 Juni di Thailand menekankan pentingnya dan menyatakan dukungan yang berkelanjutan atas komitmen Myanmar untuk memastikan keselamatan dan keamanan bagi semua masyarakat di Negara Bagian Rakhine seefektif mungkin. Negara itu juga diminta memfasilitasi sukarela mengembalikan orang-orang terlantar dengan cara yang aman, aman dan bermartabat.
Tidak ada kata 'Rohingya' dalam deklarasi tersebut. Tetapi menyampaikan, "Menantikan implementasi penuh MoU antara Pemerintah Myanmar, Kantor UNHCR, dan UNDP dan dialog berkelanjutan dan efektif antara Myanmar dan Bangladesh untuk memfasilitasi proses repatriasi dari orang terlantar dari Negara Bagian Rakhine."