Selasa 02 Jul 2019 22:14 WIB

Bahtsul Masail PWNU DKI Bahas Hafizh dan Demonstrasi

Kepolisian perlu mempertimbangkan tujuan penerimaan hafizh Quran.

Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar Bahtsul Masail tentang hafizh dan demonstrasi.
Foto: Dok PWNU DKI
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar Bahtsul Masail tentang hafizh dan demonstrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar Bahtsul Masail dengan tema “Hafalan Alquran sebagai Syarat Prioritas untuk Masuk Kepolisian”.

Acara dilaksanakan di Kantor PWNU DKI Jakarta, Matraman,  Jakarta Timur, Ahad (30/6). Kegiatan itu dihadiri oleh 20 orang tokoh agama di lingkungan PWNU DKI Jakarta.

Ada dua pokok bahasan dalam bahtsul masail. Pertama, pemberian prioritas bagi penghafal (hafidh) Alquran 30 juz untuk masuk menjadi angota kepolisian. Kedua, demonstrasi dan kerusuhan yang terjadi di depan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, tanggal 21 dan 22 Mei 2019.

“Kedua pokok bahasan tersebut dipandang penting oleh LBM PWNU DKI Jakarta, dan harus secara jelas didapatkan pandangan keagamaan mengenai kedua pokok bahasan tersebut,” kata Sekretaris LBM PWNU Faruq Hamdi dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (1/7).

Ketua LBM PWNU Mukti Ali, menegaskan dalam sambutannya, Bahtsul Masail digagas sebagai respons  terhadap berbagai persoalan yang terjadi saat ini. “Ini merupakan komitmen NU sebagai garda terdepan dalam menjaga Pancasila, Bineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 yang disingkat menjadi PBNU,” ujarnya.

Di  akhir sambutannya, Mukti Ali menegaskan,  Bahtsul Masail merupakan forum pembelajaran dalam merumuskan diskursus keagamaan, sebagai upaya memahami persoalan-persoalan kekinian.

Faruq Hamdi menyebutkan, hasil Bahtsul Masail yaitu pertama, prioritas bagi hafizh  Alquran untuk masuk ke kepolisian, apabila sebagai syarat tambahan (ziyadah) yang akan menambah kebaikan, dipandang baik. Akan tetapi tidak boleh mengurangi hak-hak kewarganegaraan yang berbeda agama. 

Kepolisian pun seharusnya mempertimbangkan tujuan dari penerimaan hafizh  Quran. Apabila itu ditujukan untuk imam rawatib di masjid-masjid yang ada di kepolisian, maka itu boleh. “Apabila bertujuan untuk pembimbing mental dan rohani di lingkungan kepolisian dan masyarakat, maka pemahaman keagamaan atau pemahaman Alquran lebih diutamakan daripada hafalan Alquran,” tuturnya.

Bahtsul Masail mengutip Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin  yang menyatakan bahwa hafizh  (penghafal Alquran) yang dimaksud, bukan hanya menghafal saja, akan tetapi terus-menurus mempelajari dan dengan mengamalkan adab dan amalan yang sesuai dengan Alquran.  Imam Malik mengatakan,  banyak pembaca Alquran akan tetapi Alquran melaknatnya, ketika Alquran dipahami oleh orang yang buruk. 

Imam Ghazali selanjutnya menyatakan, sebaiknya orang yang manghafal Alquran haruslah welas asih, tenang dan lemah lembut.  Membaca Alquran bukan hanya sekedar membaca. Membaca Alquran adalah sunnah dengan cpendapat ara tartil, akan tetapi harus tetap dengan bertadabur. Penghalang memahami Alquran terjadi apabila seseorang bersikaf keras dan fanatik terhadap sebuah atau madzhab. Penghalang lain dalam memahami Alquran, yaitu apabila menaganggap tidak ada makna kecuali makna harfiah saja.

Hasil Bahtsul Masail yang kedua, kata Faruq Hamdi,  yaitu Indonesia merupakan negara bangsa yang dibangun melalui kesepakatan. Kesepakatan yang dibangun tersebut menjadi aturan dalam berbangsa dan bernegara yang dikenal dengan nama konstitusi.

Ia menambahkan, demonstrasi dalam pengertian sebagai ekspresi kebebasan berpendapat (hurriyatul Qoul) itu harus dijaga, akan tetapi harus bertujuan baik. Kebebasan berpendapat tetap harus didasarkan kepada data-data yang benar bukan hanya sekedar prasangka saja, sehingga dapat dijadikan landasan dalam berargumentasi.

Akan tetapi apabila demonstrasi dilatarbelakangi oleh narasi-narasi atau persoalan-persoalan yang tidak jelas kebenarannya, menjadi terlarang (haram hukumnya) karena akan menimbulkan fitnah, terlebih lagi menimbulkan kerusuhan atau tindakan anarkis, sehingga menimbulkan kerusakan. “Dan pihak kepolisian dan TNI dalam menjaga ketertiban umum dan keamanan termasuk sebagai jihad difa'iy (defensif),” kata Faruq Hamdi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement