Rabu 03 Jul 2019 10:10 WIB

Serangan Udara Hantam Pusat Tahanan Migran Libya

Sebanyak 40 orang meninggal akibat serangan udara tersebut.

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Pekerja Bulan Sabit Merah Libya mengevakuasi jenazah migran setelah serangan udara menghantam pusat penahanan migran di Tajoura, timur Tripoli, Libya, Rabu (3/7).
Foto: AP Photo/Hazem Ahmed
Pekerja Bulan Sabit Merah Libya mengevakuasi jenazah migran setelah serangan udara menghantam pusat penahanan migran di Tajoura, timur Tripoli, Libya, Rabu (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Sebuah serangan udara dilaporkan mengenai pusat penahanan migran di Ibu Kota Tripoli, Libya, Selasa (2/7) malam. Sebanyak hampir 40 orang meninggal dan 70 lainnya terluka dalam insiden ini.

"Ini adalah laporan awal dan jumlah korban diperkirakan dapat meningkat," ujar juru bicara layanan darurat Libya, Osama Ali dilansir DW, Rabu (3/7).

Baca Juga

Dalam sejumlah gambar dari lokasi kejadian pascaserangan udara menunjukkan banyak jenazah yang berada di antara puing-puing di tanah. Selain itu, terlihat banyak migran Afrika yang sedang menjalani proses evakuasi.

Lokasi pusat penahanan migran tersebut tepatnya berada di Tajoura, wilayah pinggiran sebelah timur Tripoli. Setidaknya terdapat 120 migran yang berada di dalam tahanan tersebut.

Wilayah Tajoura selama ini juga dikenal sebagai lokasi beberapa kamp militer bagi pasukan pemerintah yang didukung oleh PBB. Selama ini, pasukan tersebut berperang melawan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar yang pada awal tahun ini telah melancarkan serangan untuk merebut Tripoli.

Pada Senin (1/7), LNA mengatakan akan memulai pengeboman besar-besaran yang menargetkan Ibu Kota dengan alasan 'cara tradisional' perang telah usai. Meski demikian, kelompok itu membantah keterlibatan dalam insiden serangan di pusat penahanan imigran kali ini. 

Sejak presiden Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011, Libya dilanda kekacauan dengan faksi-faksi bersenjata yang ingin menguasai pemerintahan secara penuh. Pemerintahan negera itu terbagi atas dua, di Tripoli yang didukung oleh internasional dan LNA menguasai wilayah timur dan membentuk pemerintahan.

LNA terus berupaya menguasai dan mengendalikan Libya secara keseluruhan. Situasi terus diperburuk dengan kedatangan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan kelompok militan lainnya yang mengambil kesempatan atas kondisi di negara tersebut.

Selain itu, Libya saat ini juga dikenal menjadi titik awal utama bagi para migran Afrika yang melarikan diri dari konflik atau kemiskinan di negara asal mereka dengan berlayar melintasi Laut Mediterania untuk mencapai Eropa. Penjaga pantai sering  mencegat perahu yang menuju Italia dan menahan para penumpang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement