REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Evaluasi terhadap terjemahan Alquran secara berkesinambungan merupakan hal lumrah. Hal ini sebagai bagian menghadirkan kemudahan dalam terjemahan tersebut bagi para pembaca pemula.
Pernyataan ini disampaikan mantan rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, KH Ahsin Sakho Muhammad, menanggapi rencana Ijtima Ulama Alquran Tingkat Nasional dengan tema 'Uji Sahih Terjemahan Alquran Edisi Penyempurnaan' yang digelar Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kementerian Agama (Kemenag) di Bandung pada 8-10 Juli 2019.
Menurut Kiai Ahsin, pada prinsipnya diselenggarakan Ijtima Ulama Alquran supaya terjemahan Alquran bisa langsung dipahami oleh orang awam. Terjemahannya akan dibuat supaya orang yang awam sekalipun bisa memahaminya.
"Intinya untuk mempermudah pembaca, sebab kalau (bahasa Arab dalam Alquran) diterjemahkan secara tekstual, justru akan sulit dipahami oleh orang Indonesia," kata Kiai Ahsin kepada Republika.co.id, Kamis (4/7).
Untuk mempermudah pembaca, dia menjelaskan, terjemahan Alquran diberikan catatan kaki apabila hal itu diperlukan. Jika dalam terjemahan diperlukan ada kata dalam kurung untuk menambah penjelasan maka dibuat kata dalam kurung. “Misalnya 'dia' dalam kurung (Rasulullah), supaya pembaca tahu yang dimaksud 'dia' adalah Nabi Muhammad SAW,” kata Kiai Ahsin yang merupakan pakar ilmu qiraat Alquran ini.
Menurutnya, terjemahan Alquran suatu usaha dari para pakar ilmu Alquran. Terjemahan Alquran juga akan disebarluaskan kepada masyarakat. Maka diperlukan adanya uji sahih yang dilakukan para pakar tafsir dan ilmu Alquran yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Selain untuk minta masukan-masukan, juga akan mendapatkan pengakuan dan pembenaran dari para pakar (ilmu Alquran), agar suatu saat tidak ada lagi yang menyalahkan terjemahan Alquran dari Kementerian Agama," ujarnya.
Menurut Kiai Ahsin, digelarnya Ijtima Ulama Alquran, pada dasarnya ingin mendapatkan masukan tentang terjemahan Alquran dari para ahli dan pakar ilmu Alquran di seluruh Indonesia. Hasil terjemahan Alquran yang telah digarap para pakar internal akan dipaparkan di depan para pakar yang lain untuk diuji sahih. “Supaya mendapatkan persetujuan dan kebenarannya dari para pakar yang lain,” tutur dia.
Dia mengatakan Ijtima Ulama Alquran juga digelar sebagai pertanggungjawaban LPMQ Kemenag kepada publik. Bahwa mereka telah bekerja dan berusaha untuk memperbaiki terjemahan Alquran dengan sebaik-baiknya.
Menurut Kiai Ahsin, terjemahan Alquran karya manusia tidak ada yang sempurna, tapi yang dilakukan manusia dalam menerjemahkan Alquran tidak ada yang bertentangan dengan syariat dan etika. "Yang diinginkan terjemahan yang terakhir adalah terjemahan yang terbaik, kalau ingin diperbaiki lagi terjemahannya di masa yang akan datang tidak masalah," ujarnya.
Dia juga menyampaikan, terjemahan Alquran sekarang mengikutsertakan para ahli bahasa dan bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jadi ada perbedaan terjemahan Alquran dulu dan sekarang.
Sebelumnya, Kepala LPMQ, Muchlis M Hanafi, mengatakan akan ada dua agenda besar yang dibahas pada Ijtima Ulama Alquran Tingkat Nasional. Pertama, seminar penerjemahan Alquran. Seminar tersebut akan mendiskusikan kajian seputar penerjemahan Alquran dan hal-hal yang terkait dengan upaya penerjemahan Alquran.
“Agenda kedua adalah pembahasan terjemahan Alquran Kementerian Agama Edisi Penyempurnaan juz 21 sampai juz 30, ini merupakan kelanjutan dari Mukernas Ulama Alquran 2018 yang telah membahas juz 1 sampai juz 20, penyempurnaan terjemah Alquran merupakan rekomendasi dari Mukernas Ulama Alquran 2015," kata Muchlis melalui keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Selasa (2/7).
Dia menjelaskan bahwa ada beberapa aspek yang disempurnakan di antaranya aspek bahasa, substansi atau makna, dan konsistensi. Ijtima Ulama Alquran Tingkat Nasional akan diikuti 110 peserta. Mereka terdiri dari para ulama, akademisi dan pemerhati kajian tafsir serta ilmu Alquran dari unsur Kemenag dan MUI.
Kemudian ada dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dosen Perguruan Tinggi Islam, Ulama dan Pengasuh Pondok Pesantren, Asosiasi Ilmu Alquran, dan Pusat Studi Alquran.